PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) berhasil membukukan kinerja yang positif di sepanjang semester I-2019. Namun kondisi perekonomian yang masih menantang membuat BTN harus merevisi rencana bisnis bank (RBB)-nya dengan target-target yang lebih rendah di semester II 2019.

Direktur Utama BTN Maryono mengatakan bahwa periode enam bulan pertama tahun ini merupakan periode yang penuh tantangan karena pertumbuhan ekonomi dunia dan domestik yang melambat akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-Tiongkok yang berkepanjangan, serta turunnya harga komoditas.

"Penyesuaian RBB perlu dilakukan karena mempertimbangkan kondisi makro ekonomi yang ada dan melihat perkembangan industri perbankan dalam negeri yang cenderung mengalami pengetatan likuiditas," kata Maryono dalam bincang dengan media di Menara BTN, Jakarta, Jumat (19/7).

Bank Dunia pun memprediksi pertumbuhan ekonomi di 2019 hanya sebesar 2,6% atau lebih rendah dibandingkan prediksi awal sebesar 2,9%. Perlambatan tersebut direspons sejumlah negara dengan kebijakan moneter yang lebih longgar sehingga berdampak pada industri perbankan.

(Baca: BTN Catat Harga Rumah Naik 7,34% di Triwulan I-2019)

Menindaklanjuti hal tersebut BTN melakukan kajian ekonomi makro dengan mengubah asumsi makro. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih rendah dari asumsi awal sehingga mendorong Bank Indonesia (BI) menurunkan bunga acuannya BI 7 days reverse repo rate seiring dengan inflasi yang relatif stabil.

Maryono menjelaskan, perubahan RBB meliputi pertumbuhan kredit hingga akhir tahun yang diprediksi berkisar 10-12% , sementara DPK diprediksi juga tumbuh di level yang sama yaitu 10-12%, serta aset ditargetkan bisa tumbuh di kisaran 8-10%.

Meski target-target dalam RBB diturunkan, namun Maryono mengatakan target pertumbuhan DPK dan kredit perseroan masih di atas RBB industri perbankan. Kredit industri perbankan diprediksi berada di angka 9-11% dan DPK yang hanya tumbuh 7-9%. "Kami optimistis kinerja Bank BTN tetap dalam jalurnya atau on track,” kata Maryono.

Lebih lanjut, Maryono juga menyampaikan revisi dari target rasio perbankan di antaranya, rasio kecukupan modal dan rasio kredit macet dengan tetap menyesuaikan dengan aturan regulator. Capital adequacy ratio (CAR) ditargetkan bisa bertahan pada kisaran 17-19%  dan non performing loan atau NPL gross tetap dijaga di bawah 2,5%.

(Baca: Diperkuat Penyaluran FLPP, BTN Incar Pertumbuhan KPR 25% Tahun Ini)

"Pengendalian NPL kami lakukan lewat pelelangan agunan yang tidak perform kepada developer maupun ke investor properti,” ujarnya. Ada pun, laba bersih pada 2019 ini diperkirakan mencapai Rp 2,6 triliun hingga Rp 3 triliun.

Semester I 2019 Kredit BTN Tumbuh 18%

Sementara itu, di sepanjang semester I 2019, penyaluran kredit BTN naik 18% secara tahunan dibandingkan periode yang sama 2018. Pertumbuhan kredit tersebut ditopang oleh pangsa pasar penyaluran KPR non-subsidi yang mencapai 39% dari total penyaluran KPR non-subsidi.

Angka tersebut terus mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode 2016 lalu yang pangsanya hanya 34%. Sementara, KPR subsidi pangsanya lebih dari 94%, di mana BTN sudah menyalurkan di atas 90% dari kuota penyaluran KPR subsidi.

Untuk dana pihak ketiga (DPK), pada semester I-2019 DPK tumbuh antara 15-16% secara tahunan. Sementara, tingkat likuiditas loan to deposit ratio (LDR) BTN pada paruh pertama 2019 ini berada di level 110%.

(Baca: Gelar RUPS, BTN Bagi Dividen Rp 561 Miliar dan Rombak Direksi)

Sejumlah strategi pun bakal dijalankan BTN untuk meraup pendanaan dan meningkatkan pertumbuhan kredit tahun ini. Untuk pendanaan, Bank BTN melakukan kombinasi antara dana dari wholesale funding seperti penerbitan obligasi, mengejar dana murah dari produk tabungan dan dana mahal dari deposito.

Maryono optimistis BTN dapat mengejar pertumbuhan kredit pada paruh kedua tahun ini karena penyaluran kredit per Juni 2019 sudah tumbuh 18%. Meski pertumbuhan kredit sudah di atas target, namun karena kuota KPR subsidi yang disalurkan sudah di atas 90%, Maryono menilai pertumbuhan kredit akan melambat pada semester II 2019.

Oleh karena itu, di paruh ke dua tahun ini BTN menyatakan siap membantu pemerintah dalam menyalurkan KPR subsidi dengan siap mengambil kuota penyaluran KPR subsidi dari bank lain. "Yang melakukan pembiayaan KPR subsidi ada 40 bank. Kalau kami sudah habis (kuotanya), kalau belum bisa diserap, BTN menawarkan diri siap laksanakan penyaluran kredit KPR subsidi," kata Maryono.

BTN pun juga siap juga untuk menyalurkan KPR subsidi melalui program pemerintah yaitu Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2PT). Maryono optimis mampu merealisasikan KPS subsidi tambahan pada Semester II-2019 ini karena BTN memiliki stok nasabah yang siap dibiayai melalui program tersebut.

(Baca: Naik Tipis, BTN Kantongi Laba Bersih Rp 723 Miliar di Kuartal I 2019)

Selain itu, segmen kredit yang bakal digenjot yaitu KPR non-subsidi, kredit komersil, dan kredit konstruksi.  Stimulus pertumbuhan kredit pada semester kedua tahun ini, menurut Maryono, antara lain, kebijakan Bank Indonesia seperti pelonggaran giro wajib minimum (GWM) serta turunnya bunga acuan BI.

Dengan penurunan GWM tersebut, dana yang seharusnya disetorkan ke GWM sebesar Rp 1 triliun dapat untuk digunakan melakukan ekspansi kredit.

Reporter: Ihya Ulum Aldin