Hasil Audit Dinilai Janggal, Lapkeu 2018 Garuda Perlu Disajikan Ulang

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Seorang tenaga teknik PT Garuda Maintenance Facility (GMF) melintas disamping pesawat Garuda Indonesia Explore di Hangar GMF,  Tanggerang,  Banten (2/3). Saat ini Garuda Indonesia mengoperasi 24 pesawat berbadan lebar Aibus A330 sementara unit biaya rendahnya Citilink mengoperasikan 51 unit A320. 
21/6/2019, 21.55 WIB

Pemerintah menilai adanya kejanggalan dalam laporan keuangan Garuda Indonesia 2018. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) berpendapat masalah laporan keuangan ini tidak bisa selesai hanya dengan penurunan opini.

IAPI berharap perusahaan melakukan penyajian ulang (restatement) laporan keuangannya. "Karena yang paling pokok kan laporan keuangannya," kata Ketua Umum IAPI Tarkosunaryo ketika dalam forum diskusi di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).

Ia menjelaskan, penyajian laporan keuangan adalah tanggung jawab perusahaan. Sedangkan pemberian opini adalah tanggung jawab Kantor Akuntan Publik (KAP). Penurunan opini bisa saja dilakukan, tapi perbaikan laporan keuangan tak kalah penting.

(Baca: Garuda Keluar dari Jajaran 10 Maskapai Top Dunia)

"Kalau katakan lah opininya diturunkan grade-nya, laporan keuangannya tetap seperti itu. Kasihan bagi pengguna laporan keuangan yang mau mendapatkan informasi yang optimal," ujarnya.

Kasus laporan keuangan maskapai pelat merah itu bermula dari dua komisarisnya, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, yang menilai pencatatan akuntansi dalam laporan keuangan Garuda Indonesia 2018 tidak sesuai dengan standar pencatatan akuntansi.

Alhasil, keduanya menolak untuk menandatangani laporan keuangan tersebut. Mereka menilai, seharusnya Garuda mencatatkan rugi tahun berjalan sebesar US$ 244,95 juta. Namun, di dalam laporan keuangan malah tercatat memiliki laba tahun berjalan sebesar US$ 5,01 juta.

Keberatan mereka terletak pada pengakuan pendapatan dari kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan. Perjanjian kerja sama tersebut ditandatangani anak usaha Garuda Indonesia, yakni PT Citilink Indonesia dan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata).

Baca: Empat Kondisi Garuda Masukkan Piutang dari Mahata ke Pendapatan 2018)

Menurut mereka, pendapatan dari Mahata yang sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018. Sebab, meskipun sudah ada alat wifi terpasang di satu unit pesawat Citilink, namun belum ada pembayaran dari pihak Mahata kepada Garuda Indonesia. 

Bahkan dalam perjanjian dengan Mahata, tidak tercantum term of payment karena pada saat itu masih dinegosiasikan cara pembayarannya.

Pemerintah Sepakat Sebut Standar Audit Laporan Keuangan Garuda Janggal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan standar audit laporan keuangan Garuda Indonesia janggal. Ini didukung oleh hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Setelah pertemuan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kami sepakat menetapkan bahwa memang ada kejanggalan pada standar audit keuangan Garuda," kata dia di Kantornya, Jakarta, Jumat (21/6).

Rencananya, Kementerian Keuangan dan OJK akan menggelar konferensi pers untuk memaparkan hasil pemeriksaan. Ini sebagai bentuk transparansi kepada publik.

(Baca: Ada Indikasi Penyimpangan Lapkeu Garuda, Kemenkeu Kaji Sanksi Auditor)

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto mengatakan, jika sudah ada keyakinan pelanggaran dalam standar pencatatan laporan keuangan Garuda, maka akan ada sanksi untuk auditornya, yaitu KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan.

KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan merupakan anggota BDO International. "Sanksinya tergantung level pelanggaran, mulai dari berat, ringan, skorsing, sampai pembekuan. Nanti ada rekomendasi dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan," ujarnya.

Reporter: Ihya Ulum Aldin