PT Bank OCBC NISP Tbk. (NISP) menargetkan untuk naik kelas menjadi Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 4 pada tahun 2021. Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja mengatakan, mereka akan mencapai target tersebut melalui pertumbuhan bisnis secara organik.
Per Desember 2018 modal inti OCBC NISP tercatat Rp 23,5 triliun, sedangkan pada 2017 modal inti mereka tercatat Rp 21,2 triliun. Menurut Parwati, dengan pertumbuhan yang berhasil mereka capai selama ini, target untuk menjadi bank BUKU 4, dengan modal inti diatas Rp 30 triliun ke atas, dapat tercapai pada 2021 mendatang.
Optimisme untuk menjadi bank BUKU 4 pada 2021 berkaca dari tren kinerja perusahaan yang terus tumbuh positif tahun lalu. "Tidak ada strategi atau usaha khusus untuk jadi BUKU 4. Tapi, memang secara organik kami tumbuh seperti itu," kata Parwati di kantornya, Jakarta, Selasa (9/4).
Meski tidak menyiapkan strategi khusus untuk naik kelas, Parwati sadar, saat menjadi BUKU 4 perlu penerapan banyak strategi baru. "Termasuk pendanaan akan seperti apa, nanti pertumbuhan pinjamannya, skill semakin besar harus seperti apa, jaringan seperti apa, kemudian infrastruktur di dalam harus seperti apa," kata Parwati menambahkan.
(Baca: Bank OCBC NISP Bakal Terbitkan Obligasi untuk Ekspansi Kredit)
Hal tersebut, sampai saat ini diakui Parwati masih dalam tahap perusumusan strategi saat menjadi BUKU 4. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan OCBC NISP siap saat sudah menjadi BUKU 4 pada 2021. "Itu sedang kami definisikan, bahkan sekarang sedang kami rumuskan," katanya.
Penyaluran kredit OCBC NISP
Tahun ini Parwati optimis penyaluran kredit OCBC NISP dapat tumbuh sekitar 10-15% secara tahunan. Tahun lalu, OCBC NISP telah menyalurkan kredit sebesar Rp 117,8 triliun atau meningkat 11% dibandingkan capaian pada 2017. Berdasarkan jenis pengunaannya, penyaluran kredit Bank NISP tahun lalu sebanyak 47% disalurkan untuk kredit modal kerja, 41% untuk kredit investasi, dan 12% untuk kredit konsumsi.
Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, sebanyak 28% dari total kredit disalurkan untuk sektor perindustrian, 25% untuk sektor perdagangan, 18% untuk sektor jasa, 12% untuk sektor pertanian & pertambangan, 4% untuk sektor konstruksi, dan 13% sisanya lain-lain termasuk kredit konsumsi.
Tahun lalu, rasio kredit yang diberikan terhadap pendanaan alias loan to funding ratio (LFR) OCBC NISP berada jauh di bawah batas aman di angka 88,9%. Padahal, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK) alias loan to deposit ratio (LDR) mereka cukup ketat di angka 93,5%. Ada pun, DPK mereka tahun lalu tumbuh 11% year on year menjadi Rp 126 triliun.
(Baca: OJK Perkirakan Likuiditas Perbankan Membaik Tahun Ini)
Untuk menjaga likuiditas, OCBC NISP bakal menggunakan intrumen pendanaan lainnya yaitu melalui penerbitan obligasi yang rencananya akan digunakan untuk ekspansi kredit. Dengan strategi pendanaan itu, Parwati mengatakan, rasio-rasio LFR dan LDR tahun ini bakal dijaga levelnya sama seperti tahun lalu.
Per Februari 2019, LDR bank berada di angka 88% sedangkan LFR 83%. "Sama seperti tahun lalu, sekarang (2019) LDR sekitar 92-95%, LFR sekitar 88%," katanya.