Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus mampu menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Hal tersebut diperlukan agar BPR tetap hidup dan berkembang di tengah kemajuan teknologi.
CEO Teradata Megah Sandford Jonathan mengatakan ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh BPR di era revolusi industri 4.0 saat ini. Salah satunya yaitu BPR harus menghadapi persaingan dengan bank umum.
"Mereka (bank umum) menjemput bola ke pasar-pasar, mengambil angsuran. Padahal sebenarnya itu pasarnya BPR juga," kata Sandford di Jakarta, Jumat (5/4).
Selain itu, BPR juga memiliki tantangan dalam menghadapi nasabah yang ingin memiliki kemudahan dan kecepatan transaksi setiap saat. Saat ini, sudah banyak layanan perbankan secara mobile yang dapat membantu nasabah melakukan transaksi dengan cepat.
(Baca: BPR Makin Ekspansif ke Luar Jawa dan Bali)
Dari segi penempatan dana, nasabah saat ini mengharapkan besaran bunga yang menarik dan semurah mungkin. Selain itu, nasabah juga menginginkan fasilitas yang menguntungkan dari BPR tersebut. “Misalkan, saya melakukan pemindahan dana ke BPR. Saya melihat, ada keuntungan apa? Bunganya berapa?" ujarnya.
Kemudian, BPR juga menghadapi tantangan dari sisi teknologi. Apabila ingin terus bersaing, BPR harus memiliki core banking system atau pelayanan selama 24 jam. Hal ini juga didukung oleh data center. Ini artinya, BPR harus memiliki interkoneksi terkini secara real time.
Selain itu, ia memandang OJK perlu mengatur pembatasan aplikasi mobile dan internet banking. Dengan demikian, BPR bisa tetap bertahan di tengah revolusi industri 4.0.
Di luar hal tersebut, BPR utamanya perlu melakukan kolaborasi antar BPR dan gencar meningkatkan brand awareness BPR. Menurutnya, kunci utama kesuksesan BPR ialah berkolaborasi. "Semakin banyak BPR yang berkolaborasi, akan menghasilkan solusi yang maksimal. Jadi, jangan beridiri sendiri," katanya.
Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ayahandayani menyepakati bahwa BPR perlu memanfaatkan keberadaan big data dan internet. Sebab, kedua hal tersebut juga menjadi pilar utama revolusi industri 4.0.
(Baca: Tak Penuhi Modal Inti Minimum, OJK Akan Batasi Aktivitas Seribuan BPR)
“Dalam gelombang revolusi digital, konsumen menutut banyak hal. Mereka jarang ke bank, sekarang ke ATM pun jarang. Maunya internet banking, belanja lewat e-commerce," katanya.
Ia mengatakan, ada beberapa startegi OJK dalam menguatkan BPR, seperti mendukung konsolidasi (merger) dan meningkatkan infrastruktur BPR. Di sisi lain, OJK juga membuka potensi kerja sama antara BPR dengan lembaga jasa keuangan (LJK), fintech keuangan, atau provider IT lainnya.
Dari sisi prudensial, OJK akan melihat kualitas aset dan permodalan serta melakukan manajemen risiko. Dengan demikian, BPR dapat memenuhi standar modal inti minimum yang ditentukan OJK sampai akhir 2019.