Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan perlambatan ekonomi global bakal memengaruhi kinerja Industri Jasa Keuangan Non-Bank (IKNB) tahun ini.
"Saya masih melihat perlambatan ekonomi global berdampak ke perekonomian kita. Kepulihannya belum begitu nampak," kata Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Mochamad Ihsanuddin ketika ditemui di Jakarta, Selasa (12/3).
Ia mengatakan, ekonomi yang melambat membuat harga komoditas turun. Imbasnya, IKNB, khususnya perusahaan pembiayaan (multifinance), turut melemah. Contohnya, IKNB yang membiayai alat berat di industri pertambangan. Hal ini juga berimbas perusahaan pembiayaan di sektor otomotif dan properti.
Tantangan industri ini tentu juga dipengaruhi defisit neraca perdagangan (Current Account Deficit/CAD). Sepanjang tahun lalu kondisinya minus US$ 8,57 miliar dan merupakan rekor terburuk sepanjang sejarah negara ini.
Menurut Ihsanuddin, untuk memperbaiki CAD, industri IKNB sebenarnya dapat turut berperan. Industri kecil yang berorientasi ekspor tapi tak terjamah perbankan, bisa ditutup dengan perusahaan pembiayaan. Hal ini tentu saja dapat menggenjot ekspor.
(Baca: Aturan Baru Uang Muka Kendaraan 0% Khusus untuk Multifinance Sehat)
Tidak hanya itu, IKNB juga bisa membiayai sektor lain, seperti pariwisata dan perumahan. “Jadi, industri jasa keuangan bisa didorong untuk membiayai sektor prioritas,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK, Ahmad Nasrullah, mengaku optimistis industri ini bisa tumbuh di 2019. Menurut dia, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Kinerja emiten di pasar saham pun masih positif.
Namun, industri IKNB masih mengalami tantangan. Pertama, rendahnya tingkat penetrasi asuransi di Indonesia menjadi kendala utama. Lalu, kualitas sumber daya di sektor ini masih belum seragam. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk IKNB masih rendah.
(Baca: 86 Multifinance Bisa Salurkan Pembiayaan Kendaraan Bermotor DP 0%)
“Terakhir, masih sedikitnya pendanaan industri dana pensiun dan inovasi industri keuangan dalam menghadapi revolusi industri 4.0,” kata Ahmad.
Modal Minimum 46 Multifinance
OJK pada awal tahun ini mengungkapkan 46 perusahaan pembiayaan belum memenuhi ketentuan modal minimum. Perusahaan- perusahaan itu sedang mencari sumber pendanaan dari investor asing.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W Budiawan mengatakan, investor yang tertarik berasal dari Jepang, Korea, Tiongok, dan Singapura.
"Rasanya sih kalau 3-4 negara itu masuk, bisa diartikan sebenarnya investasi di perusahaan pembiayaan mungkin cuan-nya besar juga. Saya lihat karena market bagus," kata Bambang di kantornya, Jakarta, Rabu (16/1).
Dalam Peraturan OJK 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahaan pembiayaan harus memiliki modal minimal Rp 100 miliar dalam 5 tahun setelah OJK mengeluarkan peraturan tersebut. Artinya, tahun ini menjadi batas akhir perusahaan pembiayaan untuk meningkatkan permodalannya.