Rencana pemerintah menerbitkan Saving Bonds Retail (SBR) dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS) untuk menampung dana repatriasi didukung oleh ekonom. Instrumen investasi tersebut dinilai akan membantu memperdalam pasar keuangan dan bisa menyasar basis investor yang lebih luas.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyambut baik upaya pemerintah dalam menerbitkan instrumen penampung dana repatriasi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel berupa SBR dalam dolar AS tersebut. "Itu salah satu yang bisa dilakukan, financial deepening dan antisipasi berakhirnya masa locked up (masa tahan dana repatriasi)," kata David kepada Katadata.
Menurutnya, SBR dolar ini bisa membidik investor yang menyukai instrumen valas. Selain itu, SBR dolar memiliki nilai minimum investasi yang lebih kecil sehingga bukan hanya menarik bagi pemilik dana besar.
Ia pun menilai SBR tersebut dapat dikembangkan dalam denominasi mata uang lainnya. Hal ini dapat dilakukan setelah pemerintah mengkaji minat para investor retail, terutama peserta program repatriasi.
Upaya pendalaman SBR rupiah juga dinilai menjadi variasi investasi bagi dana repatriasi. Volume penerbitan SBR pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan pembiayaan pemerintah. "Ini upaya untuk memperkenalkan keragaman instrumen investasi agar lebih engage dengan pasar modal," ujarnya.
Di sisi lain, David menilai perlunya pendalaman instrumen investasi yang berbasis infrastruktur seperti sukuk ritel berbasis infrastruktur murni guna menahan dana repatriasi. Pasalnya, masih banyak aset pemerintah yang dapat direvitalisasi dengan pembiayaan melalui sukuk ritel.
(Baca: Tahan Dana Repatriasi, Kemenkeu Kaji Penerbitan SBN Ritel dalam Dolar)
Masa Tahan Dana Repatriasi Segera Berakhir
Seperti diketahui, masa tahan dana repatriasi program amnesti pajak akan berakhir pada semester II tahun ini. Total komitmen dana repatriasi mencapai Rp 147 triliun dari 3.000 peserta pengampunan pajak. Namun merujuk kepada data dari bank penerima, realisasi dana repatriasi di bawah nilai itu, yakni hanya sebesar Rp 138 triliun.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Keuangan tengah mengkaji kemungkinan penerbitan SBR dolar. "Mereka (dana repatriasi) sudah banyak masuk ke sektor riil. Tapi, kami tetap sediakan instrumen," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Luky Alfirman.
Adapun SBR dolar AS sebenarnya bukan instrumen investasi baru. "SBR dolar ini dulu sudah pernah ada juga. Ini bagian dari kajian kami dalam mengelola portofolio," ujarnya. Penerbitan SBR dolar dinilai dapat meningkatkan pasokan dolar AS dalam negeri.
Mengacu pada penjelasan di situs DJPPR Kemenkeu, SBR merupakan instrumen investasi yang tidak bisa diperdagangkan di pasar sekunder, tetapi memiliki fasilitas early redemption. Early redemption merupakan fasilitas yang memungkinkan investor menerima sebagian pelunasan pokok sebelum jatuh tempo. Kupon SBR mengambang dengan kupon minimal dan mengacu pada BI 7 days reverse repo rate.
(Baca: Pemerintah Tawarkan Banyak SBN Ritel untuk Investasi, Ini Rinciannya)