Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menjajaki instrumen pendanaan baru untuk perusahaan pelat merah. Kedua instrumen pendanaan tersebut yaitu cross-border securitization dan obligasi hijau (green bond).
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan bahwa pemerintah terus berupaya mengundang investor asing untuk melakukan investasi langsung di Indonesia. "Karena kami juga harus kreatif dalam mencari pendanaan jangka panjang," kata Aloysius di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Selasa (19/2).
Aloysius mencontohkan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN) memiliki karakteristik bisnis yang cocok untuk menerbitkan instrumen green bond. Menurutnya, pangsa pasar instrumen ini masih terbuka lebar karena memiliki segmen investor yang memang tertarik untuk membiayai proyek-proyek ramah lingkungan.
"Sehingga kita dorong, misal PLN segera bisa cari instrumen funding yang green comply. Ini cocok sekali untuk proyek-proyek energi baru terbarukan (EBT)," kata Aloysius.
(Baca: Investor BUMN Paling Optimis Terhadap Ekonomi Global dan Nasional)
Sementara, cross-border securitization merupakan instrumen sekuritisasi aset yang dimiliki perusahaan pelat merah. Skema pendanaan ini sebenarnya seperti sekuritisasi aset yang pernah dilakukan oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk. pada 2017 lalu. Bedanya, investor yang dijajaki tidak dari dalam negeri melainkan investor asing.
"Modelnya sekuritisasi tapi dibikinnya di luar negeri. Seperti komodo bond, tapi bentuknya sekuritisasi aset. Kalau dulu kan bikinnya dalam negeri," kata Aloysius.
Salah satu perusahaan yang tengah mengkaji penerbitan instrumen pendanaan cross-border securitization adalah Jasa Marga, meski baru kajian dini. Penerbitan instrumen di luar negeri dinilai dapat menjangkau pasar yang lebih luas karena basis investornya lebih dalam dan besar. Sehingga, biaya untuk menerbitkan menjadi lebih murah dengan hasil yang didapatkan oleh perusahaan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan Jasa Marga Donny Arsal mengatakan, salah satu aset yang bisa menjadi underlying dalam penerbitan instrumen ini adalah Jalan Tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). "Iya (JORR) itu bisa dijadikan (underlying)," kata Donny.
(Baca: Minati Saham Vale Indonesia, BUMN Tunggu Keputusan Kementerian ESDM)
Sebagai contoh, Jasa Marga pernah melakukan penerbitan sekuritisasi aset di ruas tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) pada 2017 lalu dengan dana yang didapat sebnilai Rp 2 triliun. Sementara, di tahun yang sama, mereka juga menerbitkan obligasi global berdenominasi rupiah yang dinamakan "Komodo Bond" dengan dana yang diraup hingga Rp 4 triliun dengan permintaan hingga Rp 15 triliun.
Corporate Finance Group Head Jasa Marga Eka Setya Adrianto mengatakan, saat ini Jasa Marga tengah mengkaji beberapa hal. Salah satu yang tengah dikaji oleh mereka adalah apakah permintaan investor nanti dalam bentuk rupiah atau dalam mata uang asing. Hal itu menjadi salah pertimbangan karena Jasa Marga tidak memiliki pendapatan dengan mata uang asing.
"Bagaimana cara memproteksinya biar tidak ada risiko asing. Sekarang baru diskusi awal, kita ngobrol-ngobrol konsepnya seperti apa" kata Eka.