Demi Naik Kelas Jadi Bank Kakap, BTPN Tak Bagikan Dividen

Arief Kamaludin|Katadata
BTPN putuskan untuk tidak membagikan dividen. Laba akan ditahan untuk menambah permodalan demi naik kelas ke BUKU 4 pada 2021.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
15/2/2019, 17.25 WIB

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. menyampaikan bahwa tahun ini mereka tidak akan membagikan dividen dari laba bersih yang berhasil mereka peroleh kepada pemegang saham. Keputusan tersebut telah mendapatkan persetujuan dari  pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) di Menara BTPN, Jakarta, Jumat (15/2).

"Tahun ini, semua laba digunakan untuk ditaruh sebagai modal. Dengan kata lain kami tidak membagikan dividen," kata Direktur Utama BTPN Ongki Wanadjati Dana usai RUPST.

Dengan ditahannya laba bersih tersebut, Ongki mengatakan BTPN bisa semakin memperkuat permodalannya setelah melakukan penggabungan (merger) dengan Bank Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) yang berlaku efektif awal Februari ini. Permodalan yang kuat akan lebih memudahkan jalan BTPN untuk melakukan ekspansi demi meraih pertumbuhan bisnis.

Selain itu, BTPN memiliki keinginan untuk masuk ke jajaran bank besar dalam kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 yang memiliki modal inti di atas Rp 30 triliun. Oleh karena itu keputusan untuk tidak membagikan dividen tahun ini salah satunya untuk memupuk permodalan agar dapat mencapai target tersebut.

(Baca: Resmi Merger dengan Sumitomo, BTPN Berambisi Masuk Kelompok Bank Besar)

"Kami ini ingin mencapai BUKU 4 ini dari pertumbuhan laba yang ditahan. Jadi, prinsipnya kita akan memupuk laba dalam tahun-tahun mendatang biar bisa mencapai Rp 30 triliun.," kata Ongki.

Sebelum merger, berdasarkan laporan keuangan tahun 2018, modal inti BTPN senilai Rp 16,47 triliun. Sedangkan SMBCI memiliki modal inti Rp 8,59 triliun. Sehingga setelah digabungkan, modal inti kedua perusahaan menjadi Rp 25 triliun. Dengan begitu, mereka membutuhkan modal inti Rp 5 triliun untuk naik kelas.

Ongki memperkirakan, dengan asumsi laba bersih yang konservatif, mereka bisa naik kelas paling lambat akhir tahun 2021. Ada pun laba bersih BTPN tahun 2018 yang disetujui dalam RUPST ini senilai Rp 2,96 triliun yang merupakan laba bersih setelah dilakukan merger.

"Kalau kita lihat secara logis, dari laba kita dan kita bisa pertahankan di level seperti itu, kami perkirakan akhir 2021 mudah-mudahan suudah bisa tercapai tingkat modal yang diperukan," kata Ongki menambahkan.

(Baca: Laba Bersih BTPN Tahun 2018 Melesat 61% Berkat Transformasi Digital)

Ada pun, dengan ditahannya laba bersih, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BTPN akan dijaga pada level 20%. Ada pun, CAR mereka tahun 2018, sebesar 22,9% dengan perhitungan kedua bank setelah dimerger. Menurut Ongki CAR industri perbankan saat ini sudah tinggi.

Namun dengan akan diterapkannya aturan Basel III, akan ada faktor-faktor yang membuat kebutuhan permodalan minimum menjadi bertambah. "Jadi tentu saja kita harus selalu antisipasi. Kalau (aturan Basel III) itu sudah diterapkan, CAR kita nanti akan cukup," kata Ongki.

Reporter: Ihya Ulum Aldin