Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatatkan pendapatan premi industri asuransi umum sebesar Rp47,9 triliun hingga triwulan III-2018. Catatan tersebut, tumbuh 8,3% dibandingkan dengan pendapatan premi periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar Rp44,2 triliun.
Wakil ketua AAUI Trinita Situmeang menjelaskan, ada empat lini usaha yang menalami pertumbuhan negatif, termasuk salah satunya asuransi harta benda yang merupakan lini bisnis utama asuransi umum. Namun, pertumbuhan premi masih tertolong oleh lini bisnis asuransi kendaraan yang tumbuh melesat.
"Empat lini bisnis yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu asuransi harta benda -6,4%, rangka kapal -4,4%, energi -3%, dan rekayasa -6,7%," kata Trinita di kantornya, Jakarta, Kamis (22/11).
Menurut Trinita, kinerja negatif asuransi harta benda dikarenakan melambatnya pertumbuhan penjualan properti residensial pada triwulan III tahun ini. Asuransi harta benda memiliki kontribusi sebesar 25,5% terhadap pendapatan premi industri. Sementara itu asuransi kendaraan tercatat tumbuh 10,5% dari Rp12,5 triliun menjadi Rp13,8 triliun.
"Pertumbuhan asuransi kendaraan bermotor didukung oleh penjualan kendaraan bermotor yang meningkat di triwulan III 2018 serta naiknya kredit kepemilikan kendaraan bermotor," terang Trinita.
Adapun, jumlah pembayaran klaim pada Triwulan III-2018 tercatat sebesar Rp20,1 triliun. Hasil tersebut mengalami perumbuhan tipis sebesar 1,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp19,8 triliun. Meski tumbuh, enam lini bisnis mengalami pertumbuhan negatif dalam pembayaran klaim pada periode ini.
Pertumbuhan negatif paling besar secara persentase terdapat di lini energi yang jumlah pembayaran klaimnya negatif 52,9% dibanding September 2017. Sementara, klaim yang tumbuh positif paling banyak yaitu lini usaha penjaminan yang tumbuh 92,3% dari Rp213,9 miliar pada Triwulan III-2017 menjadi Rp411,5 miliar.
Pertumbuhan negatif, baik iuran premi maupun pembayaran klaim yang terjadi pada lini energi, disebabkan oleh beberapa hal yang memengaruhinya. Trinita mengatakan, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price) yang naik tidak signifikan pada tahun ini, menjadi salah satu penyebabnya.
Harga rata-rata ICP pada 2017 lalu, sebesar US$51 per barel, sedangkan hingga Triwulan III-2018 ini rata-rata ICP naik menjadi US$61,61 per barel. "Meskipun harga minyak telah mengalami kenaikan, namun belum cukup signifikan untuk mengerakkan kegiatan eksplorasi dan pengembangan," kata Trinita.
Dari seluruh lini bisnis asuransi umum, pertumbuhan paling pasif, baik iuran premi maupun pembayaran klaim yaitu lini asuransi kredit. Lini ini mengantongi premi senilai Rp4,6 triliun pada Triwulan III-2018, tumbuh 36,2% dibanding tahun lalu yang hanya Rp3,3 triliun. Adapun, pembayaran klaim pada lini ini, juga tumbuh 45,6% dari Rp1,8 triliun pada September 2017 menjadi Rp2,7 triliun pada September 2018.
Trinita mengatakan, ada beberapa hal yang mendukung pertumbuhan lini asuransi kredit. Pertama, karena komitmen pemerintah dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Faktor kedua, yaitu karena pertumbuhan penyaluran kredit perbankan hingga Triwulan III- 2018 mengalami pertumbuhan positif sebesar 12,69%.