Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan penundanaan penerbitan obligasi global atau global bond oleh PT Pertamina merupakan perintahnya. Penundaan obligasi berdenominasi mata uang asing itu bukan tanpa alasan.
Menurut Rini, saat itu Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menghubunginya melalui sambungan telepon. Dalam pembicaraan tersebut, Nicke mengatakan bunga yang diminta investor akan tinggi karena keadaan ekonomi dunia sedang drop.
(Baca: Tunda Obligasi Valas, Pertamina Bayar Blok Rokan Pakai Kas Internal)
Singkat cerita, Rini bertanya kepada Nicke, apakah Pertamina membutuhkan dana tersebut sekarang atau tidak? Nicke menyatakan Pertamina tidak membutuhkan dana tersebut pada saat ini. “Ya sudah, kamu mundur saja dari pasar,” kata Rini di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu (31/10), mengulangi kejadian saat itu.
Di sisi lain, Rini memberikan kesempatan kepada PT Perusahaan Listrik Negara untuk mengeluarkan instrumen global bond. Berdasarkan antreannya, PLN lebih dulu berada di pipeline penerbitan surat utang berharga global ini.
Rencananya, obligasi global yang akan dikeluarkan Pertamina untuk membayar bonus tanda tangan usai mengambil alih Blok Rokan senilai US$ 783 juta. Namun, mereka akan menerbitkan global bond senilai US$ 2 miliar.
Rini menganggap Pertamina tak perlu membayar mahal global bond, apalagi belum memerlukannya. Meski menunda, Pertamina masih bisa mendapatkan pendanaan dari sumber yang lain. Misalnya, “Fasilitas masih ada di perbankan asing,” kata Rini.
Menurut informasi yang diperoleh Katadata.co.id, beberapa waktu lalu Pertamina menawarkan obligasi dalam denominasi dolar Amerika Serikat kepada investor internasional di Amerika dan Eropa. Obligasi global tersebut rencananya diterbitkan dalam dua tenor.
Pertama, surat utang yang akan jatuh tempo 2021 senilai US$ 1 miliar atau Rp 15 triliun dengan kupon 5,25 persen. Kedua, surat utang yang akan jatuh tempo 2022 senilai US$ 1,24 miliar atau sekitar Rp 18,6 triliun dengan kupon 4,875 persen. Hasil penerbitan obligasi itu akan digunakan untuk membiayai investasi jangka panjang Pertamina di sektor hulu minyak dan gas serta panas bumi.
(Baca: Investor Minta Bunga Tinggi, Pertamina Tunda Obligasi US$ 2 Miliar).
Sayangnya, dalam penawaran tersebut investor global meminta kupon yang lebih tinggi. Berdasarkan data Bloomberg, dalam setahun terakhir imbal hasil obligasi dolar Pertamina tenor 10 tahun terus melambung dari 3,85 persen menjadi 5,63 persen.