Persaingan bunga deposito perbankan semakin sengit pasca kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 150 basis poin (bps) ke level 5,75% sepanjang tahun ini. Hal ini menjadi salah satu alasan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menaikkan suku bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar 25 bps.
Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS pada 29 Oktober 2018 menetapkan tingkat bunga penjaminan untuk periode 31 Oktober 2018 hingga 12 Januari 2019 untuk simpanan rupiah di bank umum naik 25 bps menjadi 6,75% sedangkan di BPR menjadi 9,25%. Adapun bunga penjaminan untuk simpanan valas di bank umum tetap sebesar 2%.
Anggota Dewan Komisioner LPS Destry Damayanti mengatakan, ada tiga pertimbangan yang mendasari kenaikan suku bunga penjaminan tersebut. Pertama, suku bunga simpanan perbankan terus naik merespons kenaikan suku bunga kebijakan moneter dan kenaikan ini masih berpotensi berlanjut. Kedua, kondisi dan risiko likuiditas masih relatif terjaga namun ada tendensi meningkat di tengah tren kenaikan bunga simpanan dan membaiknya penyaluran kredit. Ketiga, stabilitas sistem keuangan (SSK) terpantau stabil meski terdapat tekanan yang berasal dari penurunan nilai tukar dan volatilitas di pasar keuangan.
LPS menggunakan 62 bank sebagai benchmark untuk melihat tren kenaikan bunga simpanan rupiah. Pada periode 23 September hingga 23 Oktober 2018 ada kenaikan bunga simpanan rupiah sebesar 9 bps menjadi 5,98%. Untuk suku bunga simpanan dalam valas, LPS menggunakan 19 bank sebagai benchmark. Pada periode yang sama,ada kenaikan 6 bps menjadi 1,11%. "Tren suku bunga simpanan terus meningkat merespons kenaikan suku bunga acuan moneter. Distance margin atau perbendaan antara suku bunga di Bank BUKU III-IV dan I-II semakin menipis," kata Destry.
(Baca: LPS: Likuiditas Bank Ketat, LDR 94% Perlu Diwaspadai)
Likuiditas Ketat
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan, kenaikan suku bunga simpanan di perbankan juga disebabkan oleh likuiditas yang semakin ketat. Hingga September 2018, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 13%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 8%. Indikator likuiditas yang ditunjukkan oleh loan to deposit ratio (LDR) industri perbankan mencapai 94,3% atau berada di level yang perlu diwaspadai karena di atas batas aman yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 92%.
Seretnya likuiditas perbankan ini membuat bank-bank BUKU III dan IV menaikkan suku bunga deposito special rate masing-masing menjadi 7,17% dan 6,95%. Bunga deposito spesial tersebut melampaui bunga deposito sejenis di bank BUKU I yang sebesar 6,9% dan BUKU II sebesar 6,91%. "Yang menjadi masalah perbankan di Indonesia bukan modal tetapi tantangan untuk menggalang likuiditas. Hal ini dapat dihadapi dengan menahan pertumbuhan kredit atau menggalang simpanan dana murah," kata Fauzi.
LPS akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan tingkat bunga penjaminan sesuai dengan dinamika pasar keuangan yang cukup tinggi. "Sesuai ketentuan LPS, apabila suku bunga simpanan yang diperjanjikan antara bank dan nasabah penyimpan lebih tinggi dari tingkat bunga penjaminan maka simpanan nasabah dimaksud menjadi tidak dijamin," kata Fauzi.
Oleh karena itu, bank harus memberitahukan kepada nasabah mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku. Informasi tersebut harus bisa diketahui nasabah penyimpan dengan mudah. LPS juga mengimbau perbankan agar memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjmainan simpanan dalam pengumpulan dana pihak ketiga (DPK).
Hingga akhir tahun ini, LPS memprediksi kredit perbankan akan tumbuh 11,5%, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya sebesar 10%. Adapun LDR perbankan diperkirakan bertahan di kisaran 93%-94%.
(Baca: Dana Nasabah Bergeser ke ORI015, Ekonom Sebut Likuiditas Bank Aman)