PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) membukukan laba bersih sebesar Rp 11,4 triliun pada kuartal III 2018, meningkat 12,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan laba bersih tersebut ditopang oleh kredit perseroan, khususnya di segmen korporasi yang melejit 18,5%.
Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo mengatakan, secara keseluruhan kredit BNI tumbuh 15,6% menjadi Rp 487 triliun. Di segmen korporasi pertumbuhan kredit lebih tinggi karena didorong oleh penyaluran kredit ke sektor manufaktur, konstruksi, perdagangan, hingga restoran dan hotel.
Di sektor manufaktur, penyaluran kredit BNI hingga kuartal III tahun ini tumbuh 39,9% menjadi Rp 67,4 triliun. Penyaluran kredit di sektor perdagangan, restoran, dan hotel tumbuh 29,3% menjadi Rp 21,5 triliun. Adapun pertumbuhan kredit sektor konstruksi mencapai 28%.
Pendorong pertumbuhan kredit di sektor manufaktur ada pada segmen makanan dan minuman yang naik 17,8% menjadi Rp 3,2 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit terbesar dari sisi nilai untuk sektor manufaktur adalah pada industri elektronik, automotif, serta besi dan baja senilai Rp 7,7 triliun.
Penyaluran kredit BNI ke sektor infrastruktur hingga kuartal III 2018 mencapai Rp 110,6 triliun. Sekitar 25% dari kredit tersebut dialokasikan untuk pembangunan pembangkit listrik, jalan tol 32%, transportasi 16%, minyak dan gas bumi 17%, serta telekomunikasi 11%.
Pertumbuhan kredit yang tinggi ini mendorong pertumbuhan net interest income atau pendapatan bunga bersih BNI sebesar 10,6% menjadi Rp 26 triliun. Di sisi pendapatan non-bunga (fee based income) BNI naik 6% menjadi Rp 7,61 triliun.
Anggoro mengatakan, perseroan tetap menargetkan pertumbuhan kredit 13%-15% hingga akhir 2018. "Kami jaga pertumbuhan kredit di tengah kondisi persaingan dari sisi dana yang cukup ketat," kata dia.
(Baca: BNI Setop Pemberian Kredit Baru Untuk Konsumen Meikarta)
Likuiditas Cukup
Anggoro mengatakan, BNI masih memiliki ruang yang cukup lebar untuk menyalurkan kredit dengan likuiditas yang cukup. Hal ini terlihat dari loan to deposit ratio (LDR) perseroan yang mencapai 89% hingga September 2018.
Tingginya pertumbuhan kredit diimbangi oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 14,2% menjadi Rp 548,59 triliun. "Komposisi DPK didominasi oleh dana murah yang mencapai 61,9%, meningkat dibandingkan dengan periode yang sama 2017 sebesar 60,4%," kata Anggoro. Perbaikan rasio dana murah atau current account saving account (CASA) ini didorong oleh pertumbuhan giro dan tabungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan deposito. BNI mencatatkan dana giro tumbuh 22,4% dan tabungan tumbuh 12,7%. Sementara itu, deposito hanya naik 9,8%.
Untuk menghimpun dana murah, BNI terus meningkatkan hubungan baik dengan nasabah institusi, baik swasta, BUMN, maupun pemerintahan, serta mengembangkan layanan digital banking sebagai platform perbankan transaksional. Dengan strategi tersebut, BNI berhasil menambah jumlah rekening sebanyak 11,1 juta menjadi 41,4 juta rekening pada kuartal III 2018. Selain itu, jumlah agen branchless banking (Agen46) juga meningkat dari 62.961 agen menjadi 108.717 agen.
(Baca: Rencana Penaikan Bunga Kredit, BNI dan BTPN Beda Sikap)