Menteri Rini Yakin BUMN Sanggup Bayar Utang Rp 4.800 Triliun

Arief Kamaludin|Katadata
Penulis: Ihya Ulum Aldin
11/6/2018, 06.51 WIB

Setiap tahun, utang badan usaha milik negara (BUMN) cenderung terus meningkat. Pada 2017, total utang BUMN Rp 4.825 triliun, lebih tinggi dari tiga tahun sebelumnya yang baru mencapai Rp 3.488 triliun. Walau begitu, Menteri BUMN Rini Soemarno optimistis utang sebesar itu akan terbayar lunas.

Setidaknya, keyakinannya didasarkan pada aset BUMN yang mencapai Rp 7.200 triliun. “Untuk utang BUMN harus dilihat balance-nya secra total. Jangan dilihat utang sebesar itu,” kata Rini di Jakarta Convention Center, Jakarta pada Jumat (8/6).

Dengan aset sebesar itu, Rini percaya BUMN mampu mengembalikan semua pinjamannya karena digunakan dan dimanfaatkan untuk aset yang produktif. Yang menjadi masalah yaitu bila berutang tapi untuk aset yang tidak produktif. (Baca juga: Faisal Basri: Kenaikan Utang Pemerintah Tak Hanya Buat Infrastruktur).

Karenanya, dalam berutang, perusahaan-perusahaan pelat merah mesti mengelola keuangannya secara transparan dengan mengedepankan good corporate governance (GCG). Misalnya melalui penguatan dalam pengawasan terhadap BUMN.

Menurut Rini, pengawasan terhadap BUMN dapat dilakukan dengan terbuka dan ditinjau secara detail setiap enam bulan atau setahun sekali. Hal itu pula dapat menjaga rating BUMN akan makin baik. “Itu terus yang dijaga, profesional, transparan, dan GCG. Kami jaga terus bersama,” ujar Rini.

Besarnya posisi utang BUMN ini,yang melebihi utang pemerintah sekitar Rp 4.180 triliun pada tahun lalu, sempat dipertanyakan Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Daniel Lumban Tobing pada Rapat Kerja dengan Kementerian BUMN, Selasa (5/6) lalu. “Kita lihat apakah utang-utang BUMN ini berkontribusi terhadap pelemahan rupiah atau bisa mendongkrak penguatan rupiah,” ujar dia.

Pertanyaan ini lalu ditanggapi Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro. “Utang BUMN hingga akhir 2017 itu sebesar Rp 4.800 triliun. Sebagian besar dalam bentuk rupiah,” kata Imam. (Baca juga: Waskita Karya Dibayangi Risiko Beban Utang yang Terus Membengkak).

Pada tahun lalu, pasar obligasi memang dipenuhi tawaran puluhan triliun rupiah dari sejumlah BUMN. Beberapa perusahaan negara mengeluarkan emisi surat utang sebagai sumber pendanaan pembiayaan proyek dan modal kerja mereka. PT Wijaya Karya, misalnya, menerbitkan obligasi tak kurang dari Rp 10 triliun pada semester kedua 2017. Sementara nilai obligasi PT Adhi Karya Rp 5 triliun yang dikeluarkan dalam dua tahap.

Besarnya utanag badan usaha negara ini sempat menjadi perhatian lembaga pemeringkat utang iternasional Standard & Poor’s (S&P). Mereka mengkhawatirkan jumlah utang BUMN, terutama di sektor konstruksi dan listrik, yang makin melonjak -total utanag BUMN pada 2018 diperkirakan mencapai Rp 5.253 triliun.

Perusahaan pemeringkat itu juga mengungkapkan rasio utang 20 perusahaan negara yang terdaftar di pasar modal meningkat lima kali terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA). Bagi S&P, tren ini perlu dicermati dengan serius terlebih pada 2018 dan tahun depan seiring digelarnya pemilihan umum.