Kalangan perbankan meyakini laju kredit pemilikan rumah (KPR) makin membaik. Hal itu seiring menurunnya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di industri tersebut. Apalagi Bank Indonesia berencana melonggarkan pembayaran uang muka melalui relaksasi loan to value ratio (LTV) atau rasio kredit terhadap nilai agunan.
Kemarin, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono mengatakan relaksasi LTV akan berpengaruh luar biasa bagi BTN. Sebab kebijakan tersebut memudahkan nasabah KPR untuk membeli rumah dengan uang muka lebih murah. (Baca: BTN Janji Turunkan Bunga KPR Menjadi 9%).
Maryono pun tidak khawatir akan kemungkinan naiknya kredit macet mengingat pendapatan masyarakat semakin meningkat -NPL gross sampai Maret 2018 sebesar 2,75 persen sedangkan NPL nett 1,25 persen. Apalagi masa produktif penduduk Indonesia semakin meningkat.
“Kurang lebih 60 persen usia produktif. Kalau usia produktif meningkatkan, pendapatan dari masing-masing individu ini juga meningkat,” kata Maryono di Jakarta. Meningkatnya pendapatan setiap individu membuat kemampuan membayar yang sifatnya tetap pun semakin besar.
Rencana pelonggaran uang muka kredit rumah dilontarkan Gubernur BI Perry Warjiyo ketika dilantik pada Kamis pekan lalu. Kebijakan ini diyakini mampu mendukung perekonomian di sektor perumahan. Aturan tersebut, misalnya, akan terkait inden, termin pembayaran, dan nilai rumah yang bisa dibeli masyarakat.
Namun, Perry belum bisa menjelaskan lebih lanjut rencana pelonggaran tersebut. Yang jelas, semakin cepat pelonggaran diterapkan akan semakin baik. “Dampak terhadap lending properti juga bisa lebih segera,” kata Perry.
Keputusan ini yang ditunggu-tunggu perbankan. Bila terlaksana, Maryono optimistis tingkat pembiayaan KPR dari BTN akan naik. Menurutnya, masih ada 11 juta masyarakat yang belum memiliki rumah dan setiap tahun ada tambahan 400 ribu orang yang tidak bisa membeli rumah.
Hingga April 2018, BTN mencatatkan pertumbuhan KPR 22,03 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp 112,3 triliun pada April 2017 menjadi Rp 137,05 triliun. Capaian tersebut berada di atas rata-rata industri perbankan nasional. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merekam KPR di industri perbankan nasional hanya naik sebesar 11,9 persen (yoy) per Maret 2018.
Maryono percaya BTN mampu mencapai target pertumbuhan pada tahun ini dengan berbagai inovasi produk dan transformasi digital yang dilakukan. Apalagi, masyakarat masih memilih KPR sebagai opsi utama untuk membeli hunian. (Baca pula: Pengembang Menilai Program Rumah Murah PNS Belum Realistis).
“Melihat angka kebutuhan rumah yang masih tinggi serta berbagai inovasi yang kami lakukan untuk memfasilitasi kebutuhan akan hunian tersebut, kami optimistis KPR akan tumbuh di atas 20 persen pada tahun ini,” ujar Maryono.
Secara umum, catatan Bl menunjukkan penyaluran kredit properti khususnya KPR dan kredit pemilikan apartemen (KPA) hingga Maret 2018 mencapai Rp 420,12 triliun. Angka ini naik 11,95 persen (yoy). Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan KPR dan KPA selalu di bawah 12 persen, padahal pada 2013 pertumbuhannya hingga 26 persen.
Sebelumnya, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyatakan kredit properti akan menjadi primadona banyak bank. Tak hanya bank yang fokus pada KPR, bank-bank besar umum pun akan bertambah banyak menggarap properti.
Hal ini mengingat tingkat risiko di sektor ini relatif kecil dibandingkan sektor lain seperti pertambangan. “Bank-bank berlomba-lomba masuk ke sektor yang dianggap risikonya rendah seperti KPR dan korporasi. Mandiri pun akan makin fokus ke KPR,” ujar Kartika. (Baca juga: Pertumbuhan Kredit Perbankan Hingga Maret 2018 Masih di Bawah 10%).