Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso membantah mengenai dugaan pemerintah melakukan intervensi untuk menyelamatkan Bank Muamalat dengan mendorong akuisisi oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Menurut dia, Bank Muamalat terbuka dengan calon investor dari pihak mana pun untuk memperkuat permodalannya. "Itu semua adalah aksi korporasi antara Pemegang Saham Pengendali (Bank Muamalat) dan investor," kata Wimboh di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Rabu (23/5).
Bank Muamalat tengah membutuhkan tambahan modal lantaran permodalannya semakin menipis sementara rasio kredit seret tinggi. Wimboh menjelaskan, jika pemegang saham pengendali bank tersebut tidak bisa menambah modal, maka konsekuensinya bank harus mencari investor lain.
Menurut dia, kejelasan soal tambahan modal akan diketahui pada Juni mendatang. “Nanti tunggu saja. Kan langkah akhirnya masih Juni,” ucapnya. (Baca juga: Bank Muamalat Bertemu 5 Calon Investor di Singapura)
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, pemegang saham mayoritas Bank Muamalat tidak bisa memberikan tambahan modal lantaran adanya batasan dalam aturan internalnya. Maka itu bank harus mencari investor baru.
"IDB (Islamic Development Bank) sebagai pemilik 32,74% saham Bank Mualamat mengalami keterbatasan. Aturan internal mereka penyertaan maksimum 20% sehingga di Muamalat tidak bisa menambah modal lagi," kata Heru April lalu.
Pemegang saham lainnya pun terbentur masalah yang sama. Pemegang saham Bank Muamalat lainnya yaitu Ban Boubyan memegang 22%, Atwil Holding Limited sebesar 17,91%, dan National Bank of Kuwait 8,45%. Sedangkan sisanya dimiliki oleh perorangan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Pada kuartal I 2018, rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Muamalat tercatat hanya 10,16%. Sementara itu, rasio kredit seret atau Non Performing Loan (NPL) gross mencapai 4,76% dari total pembiayaan. Rasio NPL gross tersebut di atas industri perbankan yaitu 2,75%.