Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kenaikan anggaran pendidikan yang signifikan tak membuat kualitas pendidikan di tanah air menjadi lebih baik. Bahkan saat ini kualitas pendidikan Indonesia di mata dunia masuk kategori cukup rendah.
Sri mengatakan, kualitas pendidikan di Indonesia berdasarkan data dari Global Human Capital Report 2017 yang diterbitkan World Economic Forum (WEF) hanya berada pada posisi 53. Sementara, Vietnam menduduki peringkat 8 dunia.
Padahal, lanjut dia, Indonesia dan Vietnam merupakan negara dengan investasi anggaran yang cukup besar terhadap pendidikan. Sri mengatakan, kedua negara sama-sama memberikan porsi 20% dari anggaran pemerintah untuk porsi pendidikan.
(Baca: Bebaskan Denda, Sri Mulyani Dorong Wajib Pajak Laporkan Seluruh Harta)
Data ini ia saat pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Kepala Perwakilan World Bank Indonesia Rodrigo Chaves di Istana Kepresidenan Bogor Selasa (21/11) lalu. Sri yang mendampingi Jokowi membahas berbagai macam persoalan, salah satunya terkait masalah pendidikan di Indonesia.
"Indonesia dan Vietnam itu sama-sama negara yang punya komitmen membelanjakan 20% anggaran untuk pendidikan. Tapi hasilnya sangat berbeda," kata Sri di Auditorium Danapala, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (22/11).
Menurut Sri, persoalan ini disebabkan karena kualifikasi guru yang ada di Indonesia kurang mumpuni. Dia mengatakan, banyak guru yang direkrut tidak sesuai kualifikasi.
(Baca: Fasilitas Bebas PPh untuk Peserta Tax Amnesty Selesai Akhir Tahun)
Padahal, dalam APBN 2017 sebanyak Rp 247 triliun diberikan untuk gaji dan tunjangan. Hanya Rp 7,7 triliun porsi untuk belanja modal seperti untuk pembangunan, rehabilitasi, dan renovasi gedung sekolah. "Bahkan mereka direkrut karena bagian tim sukses kepala daerah," tuding Sri.
Selain itu, banyak pula guru yang belum mengikuti sertifikasi. Saat ini ada 52% dari 3,97 juta guru di Indonesia yang belum memiliki sertifikat profesi.
Padahal, Sri menilai sertifikasi guru di Indonesia merupakan yang termudah dibanding negara lain. Adapun guru yang telah tersertifikasi pun tidak termonitor dengan baik kemampuan dan kinerjanya.
“Kami tidak bisa mengecek kemampuan guru pascasertifikasi itu bagaimana, sebab tidak ada post tes,” kata Sri.
Karena itu, Sri pun meminta agar jajarannya mampu mendorong agar penganggaran terhadap sektor pendidikan di Indonesia lebih tepat guna. Hal ini dilakukan melalui pengelolaan anggaran yang lebih baik.
Sri meminta agar Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dapat bersinergi lebih baik dalam mengelola anggaran. Selain itu, dia juga meminta agar ketiganya tidak hanya berfokus pada proses pengalokasian, melainkan juga perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
"Sinergi itu berarti keseluruhan rantai siklus harus sama kuat. ibarat mata rantai, kalau kita punya rantai, maka seluruh seluruh mata rantai harus sama kuatnya," kata Sri. (Baca: IMF Pangkas Prediksi Ekonomi Indonesia, Sri Mulyani Lakukan Kajian)