Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Ketenagakerjaan dan lembaga terkait lainnya tengah menyusun standar kompetensi di bidang sistem pembayaran. Dengan demikian, seluruh tenaga kerja yang terlibat di dalamnya diwajibkan memiliki sertifikasi akan bidangnya masing-masing.
Deputi Gubernur BI Sugeng menuturkan, sertifikasi ini dilakukan guna meningkatkankompetensi tenaga kerja pada Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SPPUR). Menurutnya, untuk mewujudkan sistem pembayaran nasional yang aman, lancar dan efisien diperlukan sumber daya manusia yang andal.
"Ini penting juga untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Jadi, kita harus jangan sampai klah bersaing dengan tenaga lain di ASEAN," ujar Sugeng saat konfersensi pers di Hotel Ayana Mid-Plaza, Jakarta, Rabu (8/11).
(Baca juga: Baru 10% Masyarakat Indonesia Melek Keuangan Syariah)
Sertifikasi ini berlaku untuk tenaga kerja di bidang Perbankan maupun Lembaga Selain Bank (LSB). Adapun cakupan materi pada rancangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Bidang SPPUR terdiri dan tujuh sub bidang.
Tujuh sub bidang tersebut yaitu pengelolaan transfer dana, penatausahaan surat berharga nasabah, pengelolaan uang tunai (cash handling), pemrosesan transaksi pembayaran, penukaran valuta asing dan pembayaran uang kertas asing, setelmen transaksi tresuri, dan setelmen pembayaran transaksi trade finance.
Menurut Sugeng, dengan serifikasi ini, tenaga kerja akan kembali dilatih untuk meningkatkan kemampuan teknis, penerapan prinsip-prinisip tata kelola yang baik (good corporate governance) dan praktik bisnis terbaik (best practices), yang senantiasa memperhatikan aspek etika bisnis dan perlindungan konsumen.
"BI berkepentingan untuk memastikan bahwa perkembangan industri ini didukung oleh SDM yang kompeten," ujarnya.
(Baca juga: Cadangan Devisa Oktober Tergerus Akibat Intervensi BI Jaga Rupiah)
Sugeng mencontohkan, salah satu yang akan disertifikasi adalah pekerja money changer. Dengan begitu mereka dapat menghindari praktek pencucian uang, pendanaan terorisme, dan kegiatan ilegal lainnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Kunjung Masehat menjelaskan, proses sertifikasi ini bisa menjadi salah satu cara meminimalisir risiko yang bisa terjadi di industri pembayaran dan pengelolaan uang. "Karena kami akan mendapatkan tenaga yang kompeten di bidangnya," ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam sertifikasi ini juga akan ada tingkatan (leveling) keahlian. Dengan begitu, seritifikasi ini juga bisa menjadi cara untuk menyuplai kebutuhan industri sesuai dengan kebutuhan akan kompetensi dasar yang dimiliki para pekerja.
(Baca juga: Potensi Ekonomi Syariah Dunia US$ 6,38 Triliun pada 2021)