Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyimpulkan stabilitas sistem keuangan pada kuartal III 2017 dalam kondisi normal. Bahkan, satu bank dinyatakan keluar dari daftar bank berdampak sistemik. Penyebabnya, menyusutnya ukuran bank dan hapus buku kredit bermasalah yang dilakukan bank dalam jumlah besar.
"Satu bank keluar dari risiko sistemik. Ini ada faktor karena size bank itu memang menurun. Bank itu (juga) telah hapus buku (kredit bermasalah) cukup besar maka yang tadinya sistemik, menjadi tidak," kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santosodi Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (31/10).
(Baca juga: OJK Proyeksikan Rasio Kredit Macet Perbankan di Bawah 2% pada 2018)
Sebelumnya, KSSK melansir terdapat 12 bank yang masuk dalam kategori bank berdampak sistemik. Adapun penetapan bank berdampak sistemik berdasarkan sejumlah pertimbangan, di antaranya besarnya ukuran (size) suatu bank, tingginya kompleksitas produk, dan besarnya interkoneksinya dengan industri keuangan.
Namun, menurut Wimboh, OJK juga mengindikasikan adanya beberapa bank yang mendekati kriteria berdampak sistemik. Maka itu, OJK memantau bank-bank tersebut secara ketat untuk mengantisipasi risikonya terhadap stabilitas sistem keuangan.
"Bank-bank ini kami monitor meski tidak dalam kondisi sistemik. Kami monitor secara khusus seperti sistemik. Maka kalau ada risiko bisa kami tangkap lebih dini," ucapnya. (Baca juga: Kondisi Bank Membaik, OJK Perketat Lagi Aturan Restrukturisasi Kredit)
Sementara itu, Ketua KSSK yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, secara keseluruhan stabilitas sistem keuangan masih terjaga ditopang oleh fundamental ekonomi yang baik dan persepsi pelaku pasar yang positif terhadap perekonomian Indonesia.
Adapun baiknya fundamental ekonomi terbukti dari langkah Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Baca juga: BI Prediksi Ekonomi Kuartal III Tak Lagi Stagnan, Tumbuh 5,17%)
Menurut Sri Mulyani, KSSK menilai kinerja intermediasi perbankan juga membaik. Sementara itu, nilai tukar rupiah maupun kinerja pasar surat berharga negara (SBN) dan surat utang korporasi dalam kondisi stabil. Namun, KSSK memandang ada beberapa faktor domestik yang perlu dicermati.
"Dari faktor domestik, KSSK mencermati antara lain berkembangnya sentimen negatif mengenai penurunan daya beli, potensi kenaikan inflasi yang bergejolak (volatile food), serta antisipasi menghangatnya kondisi perpolitikan tahun 2018-2019," ucapnya.
Sementara itu, dari sisi eksternal, KSSK mencermati dampak kebijakan moneter dan normalisasi neraca bank sentral Amerika Serikat (AS) terhadap nilai tukar rupiah dan aliran dana asing. Begitu juga dengan dampak keputusan European Central Bank (ECB) untuk memangkas kucuran dana program stimulus dan dinamika geopolitik di Semenanjung Korea.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menambahkan KSSK juga telah melakukan simulasi pencegahan dan penanganan krisis. Adapun tema simulasi tahun ini difokuskan untuk menguji keterterapan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) beserta peraturan pelaksanaannya terkait dengan resolusi bank.
(Baca juga: IMF-Bank Dunia Nilai Indonesia Perlu Perbaiki Komunikasi Soal Krisis)
Menurut dia, hasil simulasi tersebut menunjukkan peningkatan efektivitas koordinasi dan pengambilan keputusan dalam rangka penanganan bank bermasalah. "Simulasi juga menghasilkan beberapa rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti untuk meningkatkan efektivitas penanganan bank bermasalah," kata dia.