Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memaksimalkan pengawasan terhadap bendaharawan pemerintah. Sebab, penerimaan pajak dari pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tergolong kecil, kurang dari 8% terhadap total penerimaan perpajakan pada 2015 dan 2016 lalu.
Semestinya, bendaharawan pemerintah menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan (PPh) 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain itu, ada PPh 22 dan 23, juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari belanja barang dan belanja modal yang dikeluarkan pemerintah. Sri Mulyani menduga para bendaharawan tidak paham. Namun, ia tak menutup kemungkinan ada yang sengaja tidak patuh.
"Sering dalam belanja negara ini bendaharawan tidak mengumpulkan pajak. Bahkan tidak menyetor. Dan itu bisa terjadi karena mungkin bendaharanya tidak tahu, tidak paham aturan dan peraturan. Juga bisa saja dia tidak patuh. Dia kumpulkan tetapi tidak disampaikan atau tidak disetor," kata dia saat membuka Rapat Kerja Nasional Sinergi Pengawasan Penerimaan Negara oleh APIP Kementerian, Lembaga (K/L) dan Daerah di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (12/9).
Dalam catatannya, penerimaan dari pelaksanaan APBN hanya Rp 84 triliun atau 7,9% dari total penerimaan perpajakan pada 2015. Lalu, mencapai Rp 86 triliun atau 7,8% dari total penerimaan perpajakan 2016. "Kalau dilihat ini enggak ada apa-apanya," kata dia. (Baca juga: Sri Mulyani: Realisasi Belanja Pemerintah Bisa genjot Penerimaan Pajak)
Menurut dia, akibat penyetoran dan pelaporan pajak terkendala di bendaharawan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak harus berupaya keras mengumpulkan pajak terkait. Padahal, semestinya pengumpulan pajaknya lebih mudah sebab sesama pemerintah.
Ke depan, ia pun menginginkan diciptakan sistem agar upaya aparat pajak dalam memungut pajak dari pelaksanaan APBN bisa seminimal mungkin, tapi dengan hasil semaksimal mungkin. "Saya tidak ingin lagi aparat pajak katakan 'Bu, saya informasi dari bedaharawan saja enggak dapat.' Makanya pegawai (pajak) sibuk cari pajak dari APBN dan APBD, bukannya ekstensifikasi di luar,” kata dia.
Hal senada disampaikan Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal. Menurut dia, meski belanja negara sudah meningkat, porsi penerimaan pajak dari kegiatan APBN tercatat tetap bahkan cenderung menurun. Pada 2012 lalu, porsinya hanya 68 triliun atau sekitar 8% terhadap total penerimaan pajak.
"Penerimaannya (dari kegiatan APBN) masih sama sekitar 8%. Stabil bahkan cenderung alami penurunan. Peranannya (belanja) semakin besar, tetapi kontribusi ke pajaknya seolah-olah menurun terhadap kontribusi penerimaan nasional," kata Yon.
Bahkan, sekalipun transfer ke daerah dan dana desa terus meningkat secara signifikan, penerimaan pajak dari pelaksanaan APBD pun masih kecil. "Dulu itu sekitar 2,26%, sekarang hanya 3,6%. Tidak ada kenaikan signifikan meskipun jumlah transfer daerahnya signifikan," ujarnya. (Baca juga: RAPBN 2018, Jokowi Perbesar Dana Bantuan Sosial dan Subsidi)
Selain meminta APIP meningkatkan pengawasan terhadap bendaharawan pemerintah, Sri Mulyani juga meminta APIP memantau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA) ataupun Badan Layanan Umum (BLU). "APIP harus bisa mengawasi apakah tarif sesuai level pelayanan dan apakah uang yang digunakan itu kembali untuk memperbaiki pelayanan. Karena bisa jadi uang yang didapat justru untuk tambah gaji," kata dia.