Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan Senin (11/9). Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah terus bertengger di kisaran Rp 13.100-an atau berada pada level terkuatnya dalam 10 bulan terakhir.
Hingga pukul. 11.00 WIB, rupiah tercatat bergerak di rentang 13.126-13.189 per dolar AS. Pada Jumat (8/9), rupiah ditutup di level 13.185 per dolar AS atau menguat 0,91% dibanding level penutupan sehari sebelumnya yaitu Rp 13.307. (Baca juga: Berkat Ekspor Migas, Cadangan Devisa Cetak Rekor Baru US$ 128,8 Miliar)
Penguatan nilai tukar juga sempat dialami mata uang dunia lainnya, seiring dengan melemahnya dolar AS. Mengacu pada Bloomberg Dollar Spot Index, indeks dolar AS pada pekan lalu jatuh ke level terendahnya sejak Januari 2015.
Sebelumnya, Kepala Ekonomi dan Strategi Mizuho Bank Ltd. di Singapura mengatakan pelemahan dolar dipengaruhi oleh pernyataan petinggi bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang cenderung dovish alias mempertahankan kebijakan moneternya saat ini, bencana badai Irma, berlarutnya pembahasan seputar kenaikan plafon batas utang AS, dan risiko di Korea Utara.
Di sisi lain, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menyatakan penguatan rupiah dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, pasar menduga kenaikan bunga dana The Fed tak akan sebanyak perkiraan awal lantaran perbaikan ekonomi AS tak secepat perkiraan.
Sementara itu, perekonomian di Eropa juga belum tumbuh secepat perkiraan. Pertemuan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) mengindikasikan ECB akan tetap melanjutkan stimulus.
Menurut Mirza, dengan perkembangan tersebut, maka kemungkinan tingkat bunga riil di AS dan Eropa masih akan rendah, sehingga investor masih akan mencari investasi di negara lain yang keuntungannya lebih tinggi, seperti di negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market), termasuk Indonesia.
Apalagi, dari sisi internal, inflasi di Indonesia terkendali. Indonesia juga telah mendapatkan peringkat layak investasi (investment grade) dari tiga lembaga peringkat utama dunia. (Baca juga: Dana Asing di Pasar Keuangan Rp 130 T, Lebih Rendah dari Tahun Lalu)
"Itu semua membuat tren pembalikan, ekspektasi orang terhadap dolar AS, dolar AS terhadap mata uang global menurun. Surat Utang (pemerintah Indonesia) berdenominasi dolar AS yang awal tahun (imbal hasilnya) bisa mencapai 2,5% untuk tenor 10 tahun, sekarang trennya turun terus terakhir 2 koma sekian persen," kata dia.