Menteri Keuangan Sri Mulyani telah bertemu dengan Menteri Urusan Hukum dan Keuangan Singapura Indranee Rajah. Pertemuan ini membahas beberapa hal, terkait kesepakatan pertukaran informasi data keuangan untuk kepentingan perpajakan (AEoI) dan upaya meningkatkan investasi Indonesia dan Singapura dengan merevisi perjanjian pajak berganda.
Sri menjelaskan Menteri Indranee menyampaikan bahwa Singapura telah menandatangani Multilateral Competent Authority Agreements (MCAAs) pada 2 Juni lalu di Belanda. MCAA adalah perjanjian multilateral yang memfasilitasi pertukaran informasi finansial dengan mekanisme yang berstandar dan efisien.
Indonesia masuk dalam daftar negara di MCAAs tersebut dan menandatangani perjanjian yang sama pada 3 Juni. “Artinya perjanjian AEOI itu sudah otomatis bisa dijalankan sesuai timeline-nya. Seperti diketahui AEOI Indonesia adalah untuk 2018,” kata Sri usai bertemu Menteri Indranee di sela acara International Tax Conference di Jakarta, Rabu (12/7).
(Baca: Teken Perjanjian, Singapura Akhirnya Siap Buka Data Rekening WNI)
Menurutnya, agar kesepakatan ini bisa terlaksana, Indonesia harus memenuhi beberapa kriteria, seperti legislasi primer dan sistem teknologi informasi (IT) yang mendukung. September mendatang, OECD (Organization for Economic Cooperation & Development) yang menggagas program ini akan memeninjau ulang semua aspek tersebut.
Jika telah memenuhi semua persyaratan, Indonesia bisa melakukan praktik AEoI dengan 101 negara dan yurisdiksi pajak, termasuk Singapura. “Artinya informasi (keuangan) akan diperoleh secara otomatis antara Indonesia dan Singapura. Itu berarti sangat penting sekali bagi Indonesia,” ujarnya.
Dia pernah memprediksi, ada sebanyak Rp 1.000 triliun lagi dana warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri yang belum terdata. Hampir 60 persen di antaranya atau sebesar Rp 600 triliun berada di Singapura. (Baca: Sri Mulyani Bidik Dana WNI Rp 1.000 Triliun, Singapura Siap Kerja Sama)
Selain mengenai AEoI, pertemuan Sri dengan Indranee juga membahas keinginan Singapura untuk bisa meningkatkan investasinya lebih besar lagi di Indonesia. Singapura memiliki Infrastruktur Hub Team, untuk menarik banyak perbankan dan pembiayaan internasional untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
Karena Indonesia memiliki banyak proyek infrastruktur, Singapura menawarkan agar dana-dana yang mereka kumpulkan bisa membiayainya. “Saya menjelaskan bahwa saya sangat terbuka. Jadi nanti kami akan diskusikan,” kata Sri.
Untuk memuluskan hal ini, Pihak Singapura meminta perjanjian pajaknya (tax treaty) dengan Indonesia bisa direvisi, salah satunya mengenai double tax agreement (DTA) atau kesepakatan pajak ganda. Pajak berganda merupakan pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh dua negara atau lebih atas suatu penghasilan yang sama. Wajib pajak harus membayar pajak ke negara domisili dan negara tempat dia menjalankan bisnisnya.
(Baca: Sri Mulyani: Akhir Era Kerahasiaan, Rekening WNI di Swiss Bisa Diakses)
Para investor Singapura, terutama di bidang infrastruktur menginginkan ada perlindungan jika berinvestasi di Indonesia. Makanya mereka meminta ada revisi atas perjanjian pajak kedua negara. Sri mengatakan DTA Indonesia dengan Singapura sudah lebih dari 30 tahun tidak diperbarui. Sifat perjanjian ini pun hanya untuk bidang manufaktur, makanya perlu ada perluasan cakupan sektor lain.
“Saya hanya mengatakan akan me-review seluruh double taxation agreement kita (Indonesia) dengan banyak negara, tax treaty kita. Sehingga Indonesia bisa menempatkan secara komprehensif kepentingan kita,” kata Sri.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Perpajakan Internasional Kementerian Keuangan, John Liberty Hutagaol mengatakan renegosiasi tax treaty akan memberikan kepastian legal untuk investor Singapura dan Indonesia. Renegosiasi diperlukan untuk menyesuailan dengan standar terkini.
"Ini salah satu agenda reformasi pajak tax treaty, yang mana renegosiasi ulang dengan negara lain," ujarnya. (Baca: Sudah Saatnya Moratorium Perjanjian Pajak dengan Negara Surga Pajak)