Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai kewajiban perbankan melaporkan data nasabahnya yang memiliki saldo rekening keuangan minimal Rp 1 miliar ke Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) tak akan berdampak buruk. Aturan ini tidak akan sampai memicu perpindahan dana nasabah dari bank ke aset nonkeuangan.
Menurut Ketua Dewan Komisaris LPS Halim Alamsyah, berbagai program yang ada di Indonesia, seperti pengampunan pajak atau tax amnesty sudah mampu menenangkan para nasabah menaruh dananya di Indonesia. "Mestinya dia (nasabah) enggak takut lagi. Karena toh sudah declare (hartanya) juga melalui tax amnesty dan program lainnya," ujar Halim di Jakarta, Kamis (8/6).
Selain itu, Halim juga menganggap nasabah sudah memperhitungkan bahwa dananya tidak akan bermasalah ketika disimpan di Indonesia. Nasabah yang masih menyimpan uangnya di perbankan dalam negeri tapi tidak ikut tax amnesty, berarti mereka sudah yakin telah membayar pajak atas penghasilan yang diterimanya.
(Baca: Pasca Rekening Bank Diakses Pajak, Darmin Harap Penerimaan Stabil)
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan. Menurutnya, wajib pajak yang baik tentu tidak akan khawatir jika data keuangannya diintip Ditjen Pajak. Selain itu, program pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan (AEoI) sudah disepakati oleh banyak negara di dunia.
Hampir seluruh negara yang tergabung dalam organisasi untuk kerja sama ekonomi dan pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) sudah menerapkan aturan tersebut. "ini sesuatu yang wajar kalau kita mengikuti program exchange of information," tambah.
Aturan tersebut juga tak terhindarkan lantaran negara-negara anggota OECD, termasuk Indonesia, juga berkomitmen untuk melaksanakan pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait pajak. Dengan komitmen tersebut, negara-negara bakal saling menyampaikan data nasabah asing ke otoritas pajak di negara asalnya.
(Baca: Batas Dana Lapor Pajak Jadi Rp 1 Miliar Bisa Redam Gejolak Masyarakat)
Mengacu pada data OECD per Mei 2017, sebanyak 100 negara telah berkomitmen mengikuti AEoI. Sebanyak 50 negara atau yurisdiksi mulai menerapkan AEoI pada tahun ini, sisanya berkomitmen melaksanakan mulai tahun depan, termasuk Indonesia.
Fauzi pun beranggapan aturan tersebut tak akan berpotensi membuat likuiditas keuangan menjadi bertambah ketat akibat hilangnya nasabah besar. "Kalau kami melihat dari loan to deposit ratio (LDR) juga masih di kisaran 90 persen," ucapnya.
Pada Senin lalu (5/6), Kementerian Keuangan telah mengeluarkan aturan teknis penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan tersebut adalah PMK Nomor 70/PMK.03/2017 tentang petunjuk teknis akses informasi keuangan untuk perpajakan.
(Baca: Ditjen Pajak Usul Penjara 5 Tahun Bagi Pembocor Data Wajib Pajak)