Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi untuk perpajakan. Perppu ini mewajibkan bank dan lembaga keuangan membuka data nasabahnya kepada petugas pajak. Pemerintah berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merestui perppu tersebut.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 ini merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan. Sebab, keterbukaan akses perbankan untuk perpajakan memang sudah menjadi kesepakatan dunia internasional. Indonesia memang sudah mengikat kerja sama internasional pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) terkait pajak mulai tahun depan.
Pramono menilai hal tersebut sangat positif karena transparansi akan semakin berjalan. Apalagi, pemerintah telah menyelesaikan program pengampunan pajak (tax amnesty) pada akhir Maret lalu. "Maka memang harus kita lewati bersama (transparansi data keuangan)," kata Pramono di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/5).
(Baca: Jokowi Teken Perppu Kewajiban Bank Lapor Data Nasabah ke Pajak)
Menurut Pramono, Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad akan menjelaskan lebih detail perihal peraturan anyar tersebut. "Sekarang Ibu Menteri (Sri Mulyani) ada di Jeddah dan kami sudah berkoordinasi yang pertama kali menyampaikan secara detail dan rinci adalah Ibu Menteri Keuangan, Gubernur BI dan OJK," katanya.
Rencananya, Menteri Keuangan akan menjelaskan peraturan baru itu pada Kamis besok (18/5). Selanjutnya, pemerintah berencana meminta restu dari DPR agar perppu tersebut bisa diundangkan. Menurut Pramono, paripurna pembukaan masa sidang DPR akan berlangsung Jumat mendatang dan tentunya akan membahas Perppu Nomor 1 Tahun 2017 itu.
Ia optimistis DPR tidak akan menolak perppu tersebut karena kebijakan yang dikandung di dalamnya baik bagi bangsa dan dunia usaha. Jadi, seharusnya semua orang mendukung perppu dan kebijakan itu. "Yang tidak mendukung ya mungkin ketakutan karena (hartanya) terlalu banyak disimpan-simpan," ujar Pramono. "Kalau ingin keterbukaan dan transparansi, ya sekarang harus dibuka."
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah akan berkomunikasi dengan DPR untuk membahas perppu tersebut. "Jangan berandai-andai dulu lah," katanya ketika ditanya kemungkinan penolakan perppu itu oleh DPR.
Sekadar informasi, dalam Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo pada 8 Mei lalu itu, pemerintah mewajibkan seluruh lembaga jasa keuangan membuka akses informasi keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Bila tidak patuh, lembaga jasa keuangan terancam denda paling banyak Rp 1 miliar. Adapun, pimpinan ataupun pegawai lembaga jasa keuangan yang tidak memberikan data yang sebenarnya terancam pidana kurungan paling lama setahun atau denda maksimal Rp 1 miliar.
(Baca: Ditjen Pajak Bidik Rp 4.000 Triliun Harta di Luar Negeri Lewat AEoI)
Lembaga jasa keuangan yang diwajibkan melapor bukan hanya perbankan, tapi juga perasuransian, pasar modal, dan lembaga jasa keuangan atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Adapun, data yang wajib diserahkan oleh lembaga jasa keuangan yaitu identitas pemegang rekening keuangan; nomor rekening keuangan; identitas lembaga jasa keuangan; saldo atau nilai rekening keuangan; dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan. Sebelum menyerahkan data tersebut, lembaga jasa keuangan juga wajib melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan.
Lembaga jasa keuangan wajib menyampaikan data-data yang dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lama dua bulan sebelum batas waktu berakhirnya periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan negara atau yurisdiksi lain. Data tersebut kemudian akan diteruskan OJK kepada Ditjen Pajak.
Sebelum Perppu ini terbit, Menteri Keuangan sudah duluan menerbitkan aturan teknis terkait pelaksanaan AEoI yaitu PMK Nomor 39/PMK.03/2017 tentang tata cara pertukaran informasi berdasarkan perjanjian internasional. PMK tersebut terbit awal Maret lalu.