Penyebab lengsernya Harry Azhar Azis dari kursi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai terkuak. Ketua BPK yang baru, Moermahadi Soerja Djanegara, menyebut alasannya bukan masalah Panama Papers, melainkan akibat mekanisme baru masa jabatan pimpinan BPK.
Menurut Moermahadi, sembilan anggota BPK setelah dilantik tahun 2014 bersepakat mengubah peraturan mengenai masa jabatan Ketua BPK. Perubahan itu berupa evaluasi jabatan ketua setiap 2,5 tahun alias di paruh masa jabatannya.
(Baca: Pegiat Antikorupsi Lihat Harry Azhar Kehilangan Dukungan di BPK)
Hal ini juga disepakati oleh Harry Azhar sebelum menjabat Ketua BPK periode 2014-2019. “Pada waktu itu, dikatakan bahwa masa jabatan ketua dan wakil ketua selama lima tahun tapi bisa dievaluasi dalam 2,5 tahun,” kata Moermahadi usai dilantik sebagai Ketua BPK menggantikan Harry Azhar di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (26/4).
Dari hasil evaluasi tersebut, lanjut Moermahadi, jika para anggota menghendaki penggantian maka pemilihan Ketua BPK baru dapat digelar. Mekanisme inilah yang diterapkan saat ini, yakni setelah Harry Azhar menjabat Ketua BPK selama 2,5 tahun. ”Jadi bukan mendadak sekarang (sistem pergantiannya),” ujar Moermahadi.
Ia menambahkan, sebenarnya hasil evaluasi tersebut memberi kesempatan lagi bagi Harry Azhar untuk mencalonkan diri sebagai Ketua BPK. Namun, para anggota sepakat lebih memilih Moermahadi sebagai ketua. Meski begitu, dia tak menguraikan lebih detail poin-poin evaluasi tersebut.
Yang jelas, menurut Moermahadi, lengsernya Harry Azhar ini bukan karena terbelit kasus Panama Papers yang menghebohkan pada awal tahun lalu tersebut. Dokumen Panama yang berisi daftar pemilik perusahaan cangkang di negara suaka pajak itu mengungkap adanya perusahaan cangkang di British Virgin Island yang dimiliki Harry Azhar, yaitu Sheng Yue International Limited.
“Tidak ada (keterkaitan dengan Panama Papers). Ini kami sudah buat (aturan masa jabatan) 2,5 tahun. Ini terobosan, tadinya kan lima tahun. Tapi (sekarang) 2,5 tahun kami evaluasi. Jadi tidak ada kesan karena itu (Panama Papers),” kata Moermahadi.
(Baca: BPK Lakukan Perombakan, Harry Azhar Lengser dari Kursi Ketua)
Di sisi lain, dia juga menegaskan bahwa proses penyelidikan hingga membuat laporan evaluasi Harry Azhar tidak mengandung unsur kepentingan tertentu. Meskipun empat anggota BPK berasal dari partai politik, proses diskusi dan evaluasi berlangsung tanpa adanya kepentingan politik.
Selain itu, mayoritas anggota BPK bukan berasal dari partai politik. “Mekanisme di sidang semua punya suara. Kalau empat (kader partai politik) dari kami (internal ada) lima. Kalau dia masuk (jadi anggota), dia harus lepaskan (parpolnya). Kami lihat kalau conflict of college, kalau dia satu kan lawan delapan kalah juga,” kata Moermahadi.
Sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto menilai lengsernya Harry Azhar menunjukkan hilangnya dukungan dari anggota untuk mantan politisi senior Partai Golkar tersebut. Keputusan itu juga menunjukkan keinginan Anggota BPK untuk menjaga kehormatan institusinya.
“Dengan dipilihnya ketua yang baru apalagi secara aklamasi, ini sinyal kepada Pak Harry dia tak lagi didukung anggota lain jadi pimpinan. Kalau situasinya seperti ini, anggota lain benar-benar ingin jaga kehormatan BPK. Ini harus diapresiasi,” ujar dia.
Menurut Agus, Harry telah kehilangan legitimasi sebagai ketua sejak Majelis Kehormatan Kode Etik BPK menyatakan dirinya melanggar etik terkait kepemilikan Sheng Yue International Limited. Seharusnya, kata dia, Harry secara legowo (ikhlas) mengundurkan diri dari posisi ketua bukan menunggu dilengserkan. “Pimpinan masa dapat sanksi etik,” katanya.
Keputusan para Anggota BPK melengserkan Harry Azhar dinilai Agus bisa menjadi pendidikan publik bahwa untuk menjadi pimpinan BPK harus punya rekam jejak yang bagus. Ia pun berharap Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara bisa menjaga etika institusi sebab ia merupakan Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
(Baca: Langgar Etik dan Didesak Mundur, Ketua BPK Anggap Masalah Selesai)
Di sisi lain, Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam menilai BPK masih perlu menjelaskan kepada publik mengenai alasan pergantian Ketua BPK. “Apa karena sanksi kode etik, atau kesepakatan untuk rolling (pergeseran posisi)?” ujarnya. Hal ini penting untuk melihat ketegasan BPK dalam kasus pelanggaran etik Harry.
Sejalan dengan Agus, ia juga berharap, BPK bisa melaksanakan tugasnya dengan baik di bawah kepemimpinan Moermahadi. Sebab, ia bukan mantan politisi dan di bawah pimpinannya jugalah Majelis Kehormatan menjatuhkan sanksi etik kepada Harry Azhar.
“Artinya cukup berani mengambil keputusan. Ini pertama kalinya pimpinan BPK terkena sanksi etik. Ini artinya dia cukup tegas tegakkan aturan,” ujarnya.