PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk membatalkan rencana untuk membuka cabang di Arab Saudi. Keputusan itu diambil justru setelah kunjungan Raja Salman Bin Abdulaziz Al-Saud ke Indonesia beberapa waktu lalu.
Direktur Utama Bank BNI Ahmad Baiquni menjelaskan, pembukaan cabang di Arab Saudi, juga Negara-negara Timur Tengah lain memerlukan biaya yang tak sedikit. Ia tak ingin pembukaan cabang tanpa perhitungan matang justru merugikan perusahaan nantinya. Karena itu, BNI ingin mengutamakan rencana pembukaan cabang di Negara-negara tetangga.
"Karena masih banyak negara yang prospektif. Di kawasan Asia-Pasifik atau di Negara-negara Indocina," ujar Baiquni saat ditemui usai penyelengaraan Rapat umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan, di Kantor Pusat BNI, Jakarta, Kamis (16/3).
(Baca juga: BNI Alokasikan Rp 6 Triliun untuk Biayai Proyek LRT Jabodebek)
Menurut Baiquni, untuk membuka cabang di Malaysia saja, dana yang diperlukan mencapai US$ 75 juta atau sekitar Rp 1 triliun. Meski, pemerintah Malaysia sebenarnya sudah membuka pintu bagi BNI.
"Jadi, kalau buka kantor cabang di sana akan diperlakukan seperti bank domestik. Hanya biayanya besar," ujar Baiquni.
Tingginya ongkos yang diperlukan itu membuat BNI hingga kini belum juga membuka cabang di negeri jiran. Kajian soal prospek pembukaan kantor cabang di luar negeri, khususnya di Malaysia masih harus dilakukan.
Ia menjelaskan, besaran dana tersebut memang tidak digelontorkan sekaligus. US$ 75 juta itu, menurut Baiquni, diperlukan agar operasional cabang di sana dapat berjalan minimal lima tahun. Hal itu sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku di negara tetangga tersebut.
(Baca juga: Rotasi Bos Bank BUMN, Wakil Dirut BNI Jadi Dirut Baru BRI)
Selain di Malaysia, Baiquni mengatakan, jajarannya juga tengah mengkaji peningkatan status kantor representasi di Myanmar. Kajian tersebut berisi tentang prospek keuntungan yang bisa diperoleh apabila BNI menaikan statusnya di Myanmar menjadi kantor cabang.