Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berencana melipatgandakan petugas pemeriksa pajak dari jumlah sekarang yang sebanyak 4.845 orang. Artinya, jumlah pemeriksa bakal mendekati 10.000-an orang. Penambahan akan dilakukan dalam tiga tahun ke depan untuk mendukung upaya penegakan hukum pasca usainya program amnesti pajak (tax amnesty) akhir Maret nanti.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji menjelaskan, penambahan jumlah pemeriksa tidak dilakukan melalui perekrutan pegawai baru. Namun, dengan menugaskan account representative alias petugas pengawasan dan konsultasi sebagai pemeriksa. Saat ini, account representative hanya sebatas memberikan imbauan, bukan melakukan pemeriksaan.
(Baca juga: Cuma 900 Ribu Wajib Pajak Taat, Kemenkeu Gandeng Pemuka Agama)
Dengan melibatkan para account representative ini dalam proses pemeriksaan, Angin berharap upaya mengejar penghindar pajak menjadi lebih cepat. "Ini (pemeriksaan) sungguh menyita waktu teman pemeriksa. Kalau mereka (account representative) ikut laksanakan pemeriksaan, nanti didampingi supervisor fungsional pemeriksa (akan lebih cepat)," ujar Angin di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (1/3).
Nantinya, account representative akan langsung memeriksa wajib pajak yang tidak menindaklanjuti imbauan-imbauan dari Ditjen Pajak. Angin pun menilai sistem kerja semacam ini lebih efektif. Bahkan, dia yakin sistem tersebut bakal mendorong penerimaan dari pemeriksaan dan penagihan melebihi target. "Pasti akan ada perubahan, semoga bisa double (penerimaan) dari target," ujarnya.
Ke depan, pemeriksaan akan banyak memanfaatkan data amnesti pajak. Dari data tersebut akan dibuat skala prioritas. Misalnya, pemeriksaan akan difokuskan pada wilayah dengan jumlah wajib pajak tak patuh terbanyak, baik karena tidak mengikuti amnesti pajak atau ikut namun tidak semua harta dilaporkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya memanfaatkan program amnesti pajak yang masih akan berlangsung hingga 31 Maret mendatang. Sebab, pemerintah bakal segera membuka data perbankan untuk keperluan perpajakan. Artinya, ke depan, Ditjen Pajak bakal lebih leluasa dalam melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak.
(Baca juga: Data Bank Siap Dibuka, Jokowi Beri Peringatan Terakhir Tax Amnesty)
"Ini kesempatan terakhir karena sekarang Kementerian Keuangan sedang siapkan draf Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang terkait keterbukaan data nasabah bank)," kata Jokowi saat acara Farewell (perpisahan) Amnesti Pajak di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (28/2).
Anjuran senada disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Ia berharap masyarakat memanfaatkan program tersebut. Sebab, ada risiko tersandung persoalan pajak bila tak mengikuti amnesti. (Baca juga: Tax Amnesty Cetak Rekor, Menkeu: Ada Pengusaha Kaya Belum Ikut)
Bila Ditjen Pajak menemukan adanya kewajiban pajak yang belum dibayarkan, maka institusi tersebut akan mengenakan sanksi dua persen per bulan selama maksimal dua tahun. "Artinya sanksinya hampir 48 persen. Bandingkan tarif amnesti pajak yang hari ini hanya lima persen," tutur Sri Mulyani.
Sekadar informasi, sanksi yang lebih berat akan dikenakan Ditjen Pajak bagi wajib pajak yang sudah ikut pembetulan Surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan atau amnesti pajak, tapi kedapatan belum melaporkan seluruh hartanya. Sanksinya berupa denda 200 persen atas harta yang tidak dilaporkan, bahkan bisa sampai pidana.