Tekanan kredit bermasalah terus membayangi kinerja perbankan hingga akhir tahun lalu. Sejumlah bank terpaksa merelakan triliunan labanya tergerus untuk pencadangan kredit macet.
Salah satu bank yang mengalami penurunan laba signifikan yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Bank beraset terbesar di Indonesia ini cuma membukukan laba Rp 13,8 triliun atau anjlok 32,1 persen dibandingkan perolehan tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan oleh peningkatan pencadangan sebesar dua kali lipat dari Rp 12 triliun pada 2015 menjadi Rp 24,6 triliun pada tahun lalu. Bila tanpa pencadangan, laba bank pelat merah itu mencapai Rp 43,3 triliun.
Besarnya pencadangan tersebut imbas dari lonjakan kredit macet (Non Performing Loan/NPL) yang dialami bank. Pada tahun lalu, rasio NPL (gross) Bank Mandiri mencapai 4 persen terhadap total kredit. Rasionya melonjak 54 persen dibandingkan setahun sebelumnya yang masih sebesar 2,6 persen. Sedangkan rasio NPL bersih pada 2016 sebesar 1,53 persen, membengkak 69,3 persen dibandingkan 2015 yang mencapai 0,9 persen.
(Baca juga: Risiko Kredit Macet, Indonesia Sulit Raih Peringkat Layak Investasi)
Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, untuk mencapai pertumbuhan bisnis yang sehat dan berkesinambungan, Bank Mandiri perlu mengantisipasi berbagai risiko usaha yang ada, baik akibat situasi perekonomian domestik maupun global. “Untuk itu kami telah meningkatkan alokasi pencadangan,” ujarnya dalam penjelasan kinerja tahun 2016 Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (14/2).
Kondisi yang lebih berat dialami PT Bank Permata Tbk, yang merugi Rp 6,5 triliun gara-gara harus mempertebal pencadangan kredit menjadi Rp 12,3 triliun. Padahal, bank berhasil membukukan laba sebelum pencadangan sebesar Rp 3,6 triliun.
Bank Permata memang mengalami tekanan berat NPL sepanjang tahun lalu. Sekadar catatan, NPL gross Bank Permata sempat mencapai 4,86 persen dan NPL nett 2,46 persen pada September 2016. Meski begitu, bank mengumumkan, rasio NPL nett telah membaik ke level 2,2 persen pada akhir tahun lalu.
Menghadapi kondisi tersebut, bank berencana memperkuat permodalan melalui penerbitan saham baru (rights issue) sebesar Rp 3 triliun. Sebelumnya, bank telah melakukan rights issue senilai Rp 5,5 triliun pada Juni 2016. Dengan begitu, cadangan modal Bank akan meningkat sebanyak Rp 8,5 triliun. Adapun hingga akhir tahun lalu, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) bank berada di level 15,6 persen.
"Rights issue tersebut, yang didukung penuh oleh kedua pemegang saham utama kami Astra International dan Standard Chartered Bank, akan memungkinkan kami untuk berfokus pada upaya untuk mendorong pertumbuhan di masa yang akan datang," kata Direktur Utama Bank Permata Ridha D.M. Wirakusumah, melalui siaran pernya, akhir pekan lalu.
Sekadar informasi, penyaluran kredit Bank Permata turun 18 persen tahun lalu. Bank mengklaim penyaluran kredit melambat seiring dengan meningkatnya risiko kredit konsumsi.
Kondisi yang lebih baik dialami PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Tingkat NPL gross Bank tersebut sempat mencapai 3,7 persen pada 2015, namun berhasil turun menjadi 3,4 persen pada 2016. Sedangkan NPL nett turun dari 2,4 persen menjadi 2,3 persen. Dengan pencapaian tersebut, Bank pun mengurangi pencadangan sebesar 19,4 persen menjadi Rp 1,6 triliun.
Meski begitu, bank menyatakan masih berhati-hati dalam menyalurkan kredit seiring dengan perlambatan perekonomian. Kredit Bank tersebut hanya tumbuh 2,9 persen dari Rp 112,5 triliun pada 2015 menjadi Rp 115,7 triliun tahun lalu. Namun, bank masih bisa membukukan peningkatan laba yang cukup signifikan yaitu sebesar 71 persen dari Rp 1,1 triliun pada 2015 menjadi Rp 1,9 triliun pada tahun lalu.
Secara industri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, rasio NPL perbankan membaik ke level 2,93 persen gross dan 1,24 persen nett pada Desember 2016. Sebelumnya, rasio NPL gross industri menembus level 3 persenan sejak Juni hingga November 2016. (Baca juga: Ketika Bank-bank Diterjang Lonjakan Kredit Bermasalah)
Tekanan NPL tersebut membuat pencadangan kredit bank melonjak hingga 33,87 persen dari posisi Rp 110,16 triliun pada 2015 menjadi Rp 147,47 triliun tahun lalu. Di sisi lain, pertumbuhan kredit bank melambat lebih dalam dari 10,5 persen pada 2015 menjadi 7,87 persen tahun lalu.
Sebelumnya, OJK berharap rasio NPL bisa membaik seiring dengan meningkatnya penyaluran kredit pasca Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan secara agresif ke level 4,75 persen, tahun lalu. Adapun laba industri perbankan tercatat naik tipis 1,83 persen dari Rp 104,63 triliun menjadi 106,54 triliun. (Baca juga: Kredit Masih Lemah, Pemerintah Didorong Turun Tangan)