Puji Jokowi, Bos Lippo: Tax Amnesty Hapus Ekonomi 'Bawah Tanah'

Donang Wahyu (Katadata)
Pemilik Lippo Group, Mochtar Riady
7/10/2016, 10.59 WIB

Program pengampunan pajak (tax amnesty) di Indonesia dinilai paling sukses di dunia dari sisi perolehan dana tebusan dan harta yang dideklarasikan. Para konglomerat besar pun berbondong-bondong melaporkan hartanya pada hari-hari terakhir periode pertama program tersebut. Tak ketinggalan, pemilik Lippo Gorup, Mochtar Riady, menyambut positif kebijakan pemerintah tersebut.

Ia menilai, program amnesti pajak sangat bermanfaat untuk membantu menghilangkan underground economy atau ekonomi "bawah tanah" di Indonesia. Yang dimaksud underground economy oleh Mochtar ini adalah kegiatan-kegiatan ekonomi  yang tidak terekam oleh otoritas resmi. Alhasil, tidak tercatat dalam Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi dan tidak membayar pajak.

Kegiatan ekonomi seperti itu, antara lain pasar gelap, usaha kecil menengah (UKM) dan praktik-praktik ilegal, seperti pembalakan liar (illegal logging), pencurian ikan (illegal fishing), peredaran narkoba, perdagangan manusia dan prostitusi.  (Baca juga: Ikut Tax Amnesty, Lippo Group Belum Tinggalkan Singapura)

Menurut Mochtar, kelemahan ekonomi Indonesia terletak pada besarnya underground economy.  Fenomena ini sudah berlangsung lama karena ketidakpastian politik dan ekonomi di Indonesia.

Sekadar catatan, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pernah memperkirakan underground economy di Indonesia sekitar 40 persen dari PDB. Adapun, Ekonom Faisal Basri menghitung sekitar 30-40 persen yang berasal dari kegiatan usaha yang tidak membayar pajak, korupsi, atau usaha secara sembunyi-sembunyi, atau di sektor informal sehingga tidak terekam sebagai salah satu kontributor PDB.

Karena itu, Mochtar memandang amnesti pajak di Indonesia berpotensi  membantu membersihkan ekonomi "bawah tanah" karena bisa membangunkan kepercayaan pelaku usaha kepada pemerintah. "Indonesia sangat beruntung memiliki (Presiden) Jokowi, yang membuat sebuah keputusan penting,” kata Mochtar dalam wawancara dengan Bloomberg TV di Singapura, seperti dilansir situs Bloomberg, Rabu (5/9).

(Baca juga: Dirjen Pajak: Repatriasi Bisa Goyang Bank Singapura)

Lewat kebijakan amnesti pajak tersebut, Mochtar melihat basis pajak di Indonesia akan meningkat sehingga pemerintah memiliki pemasukan pajak yang besar. Dengan begitu, pemerintah memiliki anggaran yang lebih besar untuk memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di masa depan. 

Besarnya underground economy sebetulnya juga terlihat dari rendahnya jumlah penerimaan pajak di Indonesia dibandingkan dengan PDB. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyatakan, rasio pajak Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga. Pada 2012, rasionya baru 11,89 persen, di bawah Malaysia sebesar 15,6 persen, Singapura 13,85 persen, Filipina 12,89 persen, serta Thailand 15,45 persen.

(Baca juga: Dirjen Pajak: Hanya 2 Persen Wajib Pajak Lama yang Ikut Tax Amnesty)

Sebagai informasi, pada periode pertama program tax amnesty, Ditjen Pajak berhasil meraup dana tebusan Rp 97,2 triliun dari total 367.464 peserta program yang dimulai 18 Juli lalu hingga 30 September 2016 itu. Dana tersebut merupakan akumulasi duit tebusan, pembayaran tunggakan, dan penghentian bukti permulaan.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi pernah mengatakan, hingga saat ini program amnesti pajak telah berhasil menjaring 25 ribu wajib pajak baru. Jumlahny diharapkan terus meningkat hingga berakhirnya program ini pada 31 Maret tahun depan. Penambahan wajib pajak baru ini tentu akan meningkatkan basis pajak dan rasio pajak di masa mendatang.