Program pengampunan pajak atau amnesti pajak (tax amnesty) yang dijalankan Pemerintah Indonesia telah memukul industri keuangan di Singapura. Pemerintah di Negeri Singa ini mulai berusaha menghapus citranya sebagai tempat penyimpanan dana gelap milik para orang kaya negara-negara tetangganya dan tempat pencucian uang.

Awal pekan ini, otoritas keuangan Singapura menyatakan komitmennya untuk meneguhkan status sebagai pusat penempatan harta orang-orang kaya Asia. Agar status itu tidak tercoreng, mereka akan lebih proaktif memperkuat upaya melawan praktik pencucian uang dan mengusut kasus-kasus terkait penyalahgunaan dana.

Bahkan, Monetary Authority of Singapore (MAS), bank sentral Singapura, telah membentuk unit khusus yang bekerjasama dengan kepolisian setempat untuk menangani kasus-kasus tersebut. “Singapura selalu menyadari bahwa statusnya sebagai hub perdagangan dan keuangan di regional membuat risiko pencucian uang di negara ini meningkat,” kata pejabat MAS, seperti dikutip Wall Street Journal, Selasa (4/10).

(Baca juga: Repatriasi Dana dari Singapura Rp 33 Triliun dalam Tiga Pekan)

Hal ini merespons pernyataan The Intergovernmental Financial Action Task Force. Lembaga yang menetapkan standar antipencucian uang dan pembiayaan teroris itu menilai, meski jadi sentra keuangan regional, Singapura belum pernah dituntut dalam kasus pencucian uang lintas negara. Hal ini membuat adanya profil risiko pada negara tersebut.

Sebelumnya, reputasi sistem keuangan Singapura digoyang skandal megakorupsi perusahaan investasi negara Malaysia, 1 Malaysia Development Berhad (1MDB). Empat bank besar di negara Singapura terseret dalam skandal yang diduga melibatkan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. Menurut dokumen pengadilan, jutaan dolar dana 1MDB banyak mengalir melalui sistem perbankan Singapura.

Pasca bergulirnya kasus tersebut, Managing Director MAS sempat menyatakan rasa penyesalannya. Sebab, kasus tersebut dinilai telah menodai reputasi Singapura sebagai sentra keuangan yang terpercaya dan bersih.

Nizam Ismail, Specialist Compliance di RHTLaw Taylor Wessing LLP mengatakan, risiko kasus serupa kembali berulang membesar seiring dengan semakin bergantungnya Singapura kepada kekayaan orang-orang asing. “Ini adalah risiko yang dihadapi mayoritas sentra keuangan,” ucapnya.

Pemerintah Indonesia juga menduga, banyak harta warga negara Indonesia (WNI) yang ditempatkan atau disembunyikan di Singapura. Dugaan itu menemukan pembenarannya dari hasil program pengampunan pajak di Indonesia. Pemulangan harta (repatriasi) terbanyak berasal dari Singapura. (Baca juga: Sri Mulyani: Hubungi Saya Jika Ada yang Halangi Ikut Tax Amnesty)

Sepanjang periode pertama program amnesti pajak yang berakhir 30 September lalu, total repatriasi dana mencapai US$ 10,5 miliar atau sekitar Rp 135 triliun. Separuh dari jumlah tersebut berasal dari Singapura.

Pemerintah Indonesia masih mengejar pemulangan lebih banyak harta termasuk dari Singapura. Sebab, pemerintah memproyeksi harta WNI di luar negeri mencapai US$ 273 miliar. 

Sebagai informasi, mengacu pada laporan Wall Street Journal, Singapura memang telah lama jadi rumah bagi jasa investasi (investment banking) dan manajemen kekayaaan (private wealth management) banyak bank internasional, seperti Credit Suisse AG., Citigroup Inc., Deutsche Bank, dan JP Morgan Chase & Co.

(Baca juga: OJK Akan Tegur Bank Singapura Penghambat Tax Amnesty)

Mengacu data MAS, aset yang dikelola perusahaan-perusahaan finansial tersebut meningkat 30 persen menjadi hampir US$ 1,8 triliun pada 2014. Mayoritas aset itu berasal dari kekayaan orang asing. Besarnya penempatan harta asing di negara tersebut didorong oleh kuatnya sistem hukum, penghargaan terhadap kerahasiaan bank dan rendahnya tarif pajak.

Boston Consulting Group melansir, bank-bank Singapura mengelola US$ 1,1 triliun aset milik orang asing pada 2014. Dengan pencapaian tersebut, Singapura berada di bawah Swiss yang memimpin dengan aset asing sebesar US$ 2,7 triliun.

Meski begitu, Boston Consulting Group memproyeksi pertumbuhan aset asing di Singapura bakal melampaui pertumbuhan di Swiss. Aset asing berpeluang tumbuh 8,1 persen per tahun dalam lima tahun ke depan di Singapura, sedangkan di Swiss kenaikan hanya sekitar 3,9 persen. Syaratnya tentu adalah Singapura harus membersihkan reputasinya sebagai pangkalan dana-dana halal dari luar negeri.