Aktivitas perekonomian di dalam negeri masih lesu. Kondisi ini terindikasi dari pertumbuhan uang beredar yang melambat pada Agustus lalu. Faktor utama penyebabnya adalah penyaluran kredit perbankan semakin seret.
Bank Indonesia (BI) mencatat, total uang beredar dalam arti luas (M2) pada Agustus lalu sebesar Rp 1.135,5 triliun atau tumbuh 7,7 persen dibandingkan Agustus tahun lalu (year on year/yoy). Pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan bulan Juli lalu yang masih bisa tumbuh 8,2 persen.
Sekadar informasi, uang beredar dalam arti luas ini mencakup uang kartal dan giral, uang kuasi (tabungan dan simpanan berjangka di bank), dan surat berharga yang dimiliki sektor swasta domestik dengan jangka waktu hingga satu tahun.
Secara rinci, perlambatan pertumbuhan uang beredar terjadi pada uang kartal dan giral berdenominasi rupiah (M1). Pada Agustus 2016, pertumbuhannya 10,6 persen, lebih rendah dibandingkan bulan Juli yang mencapai 10,9 persen (yoy).
(Baca juga: Menteri Sri Mulyani Waspadai Efek Deflasi Agustus)
Perlambatan juga terjadi pada uang kuasi alias simpanan masyarakat di perbankan yang tumbuh 6,9 persen. Laju pertumbuhannya melambat dibandingkan Juli lalu yang tumbuh 7,5 persen.
Hal ini seiring dengan perlambatan pertumbuhan dana nasabah (dana pihak ketiga/DPK) di perbankan dari 6,8 persen menjadi 6,7 persen. Perlambatan DPK utamanya terjadi pada simpanan berdenominasi valuta asing (valas), yang turun dari minus 10,6 persen menjadi minus 12,7 persen.
“Perlambatan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh masih berlanjutnya perlambatan pertumbuhan kredit perbankan pada Agustus 2016,” demikian tertulis dalam laporan Divisi Statistik Moneter dan Fiskal Bank Indonesia yang dipublikasikan akhir pekan lalu. (Baca juga: Penyaluran Kredit Melambat, Kredit Bermasalah Menanjak)
Hingga Agustus lalu, total penyaluran kredit sebesar Rp 4.178,6 triliun atau hanya tumbuh 6,7 persen secara tahunan. Pertumbuhannya melambat dibanding Juli 2016 yang mencapai 7,6 persen. Perlambatan terutama terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi.
Total kredit modal kerja sebesar Rp 1.933,7 triliun atau hanya tumbuh 4,5 persen secara tahunan. Hal ini melambat dibandingkan pertumbuhan pada Juli lalu yang sebesar 5,8 persen. Sedangkan total kredit investasi Rp 1.050,9 triliun atau tumbuh 9,5 persen secara tahunan, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 10,4 persen.
“Sektor yang mengalami perlambatan dalam bentuk kredit modal kerja dan kredit investasi yaitu sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian." (Baca juga: Kredit Bermasalah Bank-Bank Besar di Atas Rata-Rata Industri)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap, penyaluran kredit ke depan bakal membaik seiring penurunan bunga kredit pasca keputusan BI memangkas suku bunga acuan, BI 7-Day Repo Rate, ke level 5 persen pada 22 September lalu. Akhir September lalu, Dewan Komisioner OJK Bidang Perbankan Nelson Tampubolon meramal, kredit berpeluang tumbuh 12-14 persen pasca pemangkasan suku bunga acuan. Sebab, “Biaya kredit akan lebih rendah,” kata dia.
(Baca juga: Perbankan Sulit Turunkan Bunga Kredit Terkendala Likuiditas Ketat)
Hingga Agustus lalu, Divisi Statistik Moneter dan Fiskal mencatat suku bunga kredit turun tipis dari 12,36 persen pada Juli menjadi 12,31 persen.