Pemerintah berencana mencari pinjaman untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan bakal membengkak hingga akhir tahun ini. Untuk itu, pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) berdenominasi rupiah. Langkah ini diyakini tidak akan mengganggu likuiditas keuangan di dalam negeri.
“Tambahan pembiayaan akibat defisit (jika ada) pada tahun anggaran 2016 yang sedang berjalan akan dibiayai dari penerbitan SBN rupiah,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan kepada Katadata, Selasa (20/9)
Menurut dia, penerbitan SBN rupiah tidak akan menimbulkan masalah baru berupa kesulitan likuiditas domestik. Alasannya, dana yang didapat pemerintah itu akan langsung dibelanjakan kembali. Alhasil, likuditas tersebut akan kembali mengalir ke sistem keuangan dan masyarakat. Pola seperti ini telah dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah memang memperkirakan defisit anggaran tahun ini melebar menjadi 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 333,7 sampai Rp 335,7 triliun. Padahal, target semula sebesar 2,35 persen dari PDB atau sebesar Rp 296,7 triliun.
Alhasil, menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, ada tambahan utang sekitar Rp 37-39 triliun yang harus disiapkan pemerintah. (Baca juga: Genjot Ekonomi, Pemerintah Didorong Perlebar Defisit Anggaran)
Sebelumnya, pemerintah memperkirakan defisit anggaran hanya melebar menjadi 2,5 persen, sehingga kebutuhan tambahan utang sekitar Rp 17 triliun. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) telah siap penerbitan SBN.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan sempat mengatakan, dirinya yakin penerbitan SBN bisa selesai pertengahan Oktober nanti jika pembiayaan hanya naik Rp 17 triliun. “Dengan financing (defisit anggaran) 2,5 persen, kami percaya pertengahan Oktober selesai kami eksekusi,” ujar dia.
Sementara itu, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, tambahan penerbitan SBN sebesar Rp 17 triliun tidak akan mempengaruhi likuiditas di pasar. Sebab, ada tambahan sekitar Rp 37 triliun dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) 1,5 persen sejak awal tahun.
(Baca juga: Pemerintah Perlu Maksimalkan Ruang Pelebaran Defisit Anggaran)
Selain itu, likuiditas terbantu oleh aliran masuk modal asing (capital inflow) ke portofolio sebesar US$ 10,5 miliar atau setara Rp 114-Rp 115 triliun hingga akhir Juli lalu. Ia pun meyakini likuiditas di pasar keuangan masih cukup sekalipun pemerintah melakukan pembiayaan lebih cepat (pre-funding) untuk anggaran tahun depan.
Jika mengacu pada perhitungan defisit terakhir yakni 2,7 persen, maka akan ada penambahan penerbitan SBN lagi sebesar Rp 20-22 triliun dari target Rp 611,4 triliun. Hingga 5 September lalu, penerbitan SBN sudah mencapai Rp 549,4 triliun. Mayoritas berasal dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 389,3 triliun.