Efek Brexit, Sukuk Indonesia Panen Dana Asing Dibanding Malaysia

ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
15/7/2016, 18.33 WIB

Keputusan rakyat Inggris keluar dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit) telah memicu perubahan aliran dana global ke instumen-instrumen investasi yang lebih aman dan menawarkan tingkat keuntungan lebih tinggi. Indonesia dan beberapa negara berkembang turut menikmati banjir dana asing tersebut ke instrumen surat utang negara (SUN), termasuk obligasi syariah (sukuk).

Bloomberg mencatat, imbal hasil (yield) sukuk rupiah yang jatuh tempo tahun 2019 menurun 39 basis poin dalam tiga bulan terakhir. Penurunannya lebih besar dibandingkan sukuk Malaysia dengan jenis dan tempo yang sama, melorot sebesar 26 basis poin.

Hal ini sejalan dengan kenaikan harga sukuk Indonesia yang lebih tinggi ketimbang Malaysia lantaran lebih diminati oleh investor asing. Sekadar informasi, harga obligasi selalu berbanding terbalik dengan imbal hasil.

Penyebabnya adalah, surat utang syariah Indonesia lebih menjanjikan imbal hasil besar ketimbang Malaysia.  Saat ini, imbal hasil sukuk rupiah berjangka tiga tahun sebesar 7,21 persen. Sedangkan imbal hasil sukuk sejenis di Malaysia hanya 3,25 persen. 

“Secara absolut, Indonesia menawarkan tingkat pengembalian yang lebih menarik bagi investor yang mengejar yield,” ujar ahli strategi kredit dari RHB Research Institute Sdn, Fakrizzaki Ghazali, seperti dilansir Bloomberg, Kamis (14/7). Ia pun memperkirakan, yield sukuk Malaysia hanya berpotensi sedikit menurun. (Baca: IDB Dorong Pemerintah Atasi Hambatan Penerbitan Sukuk)

Membesarnya dana asing di pasar sukuk itu tercermin dari total dana investor asing yang masuk ke surat utang Indonesia mencapai US$ 6,6 miliar atau setara Rp 86,3 triliun sejak awal tahun hingga 12 Juli lalu. Sebagai perbandingan, arus dana asing yang masuk ke Malaysia dalam periode sama sebesar US$ 4,9 miliar.

Di sisi lain, bursa saham Indonesia juga kebanjiran dana asing. Total pembelian bersih oleh investor asing di pasar saham sejak awal tahun mencapai Rp 17,96 triliun. Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mencatatkan rekor frekuensi transaksi tertinggi sebanyak 377 ribu kali.

Berdasarkan data dari EPFR Global, arus dana yang masuk ke negara-negara berkembang telah menyentuh rekor tertinggi hingga 6 Juli lalu. Kondisi ini terjadi akibat keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

Surat utang Indonesia pun mencatatkan kinerja terbaik di kawasan Asia Tenggara tahun ini. Selain efek Brexit, juga sentimen positif investor asing atas pengesahan Undang-Undang Tax Amnesty pada akhir Juni lalu. Sedangkan Malaysia menikmati banjir dana asing setelah bank sentralnya memangkas suku bunga pada Rabu lalu (13/7). Ini kebijakan pertama kali dalam tujuh tahun terakhir.

(Baca: Pemerintah Peringatkan Rencana Gugatan UU Tax Amnesty)

Fakrizzaki menjelaskan, dengan yield serendah itu, Malaysia sebenarnya rentan terhadap arus balik dana asing jika bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) jadi menaikkan suku bunganya. Kondisi ini akan semakin memperkuat dolar AS dan menekan harga komoditas. Sedangkan Malaysia merupakan satu-satunya negara di Asia yang menjadi eksportir minyak mayoritas.