Pemerintah " BI Waspadai Efek Lanjutan Brexit

KATADATA | Arief Kamaludin
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Yura Syahrul
25/6/2016, 03.37 WIB

Pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) meningkatkan koordinasi untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa. Dibandingkan di pasar saham, dampak keputusan yang sering disebut “Britain Exit” (Brexit) itu diperkirakan akan lebih lama memukul pasar keuangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui, keputusan masyarakat Inggris untuk keluar dari Uni Eropa itu merupakan sebuah kejutan. Sebab, sebelumnya diperkirakan mayoritas masyarakat di negara monarki itu akan memilih tetap bertahan dalam Uni Eropa.

Alhasil, keputusan itu memang memicu gejolak di pasar modal maupun pasar keuangan di berbagai negara. “Kejutan itu memang membuat gejolaknya sedikit lebih besar, sehingga kami melihat baik di pasar modal, apalagi di pasar nilai tukar itu di berbagai negara terjadi pergerakan,” kata Darmin dalam konferensi mendadak di kantornya, Jakarta, Jumat (24/6) malam.

(Baca: Inggris Tinggalkan Uni Eropa, Pasar Keuangan Dunia Guncang)

Seperti diketahui, hasil penghitungan suara yang berakhir Jumat siang tadi menunjukkan 52 persen masyarakat Inggris yang mengikuti referendum memilih negaranya keluar dari Uni Eropa. Hasil itu langsung mengguncang pasar saham dan pasar finansial dunia. Poundsterling anjlok 9 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga menyentuh posisi terendah dalam 31 tahun terakhir.

Bursa saham di negara-negara pasar berkembang (emerging market) juga memerah. Hal serupa menimpa pasar di dalam negeri. Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok 0,82 persen. Sedangkan mata uang rupiah di pasar spot sempat melemah 2,1 persen ke posisi 13.530 per dolar AS.

Meski begitu, menurut Darmin, pengaruhnya ke pasar modal hanya sementara.

Berbeda dengan di pasar keuangan, yang diperkirakan terkena dampak yang lebih lama. Namun, risiko itu mestinya dapat tertahan karena kondisi perekonomian Indonesia cenderung stabil.

(Baca: Efek Brexit Lebih Memukul Rupiah ketimbang Perdagangan)

Kendati demikian, Darmin memastikan pemerintah bersama dengan BI akan terus memantau perkembangan perekonomian, terutama di Uni Eropa, pasca keputusan Brexit. Ia menambahkan adanya peningkatan koordinasi pemerintah dan bank sentral guna mengantisipasi terjadinya dampak lanjutan Brexit.

“Pemerintah terus berkomunikasi untuk memonitor dan membicarakan hal-hal yang perlu dikerjakan. Tapi kami sangat percaya bahwa situasi tidak mengkhawatirkan,” kata Darmin.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga memperkirakan dampak Brexit hanya sementara terhadap rupiah. Untungnya, sebelum keputusan Brexit, pemerintah sudah menerbitkan obligasi global dalam mata uang euro sehingga imbal hasilnya (yield) belum naik. Jadi, surat utang itu tidak membebani anggaran pemerintah. “Bisa dibayangkan, kalau belum keluarkan (Euro Bond) maka akan sulit,” ujar dia.

(Baca: Tambah Utang Valas Rp 58 Triliun, Menkeu: Indonesia Dipercaya Asing)

Di sisi lain, dia berpandangan, keluarnya Inggris dari Uni Eropa akan mengganggu perekonomian di negara tersebut. Apalagi, peran Inggris terhadap perekonomian Uni Eropa cukup besar. Dengan begitu, daya tawar perekonomian Uni Eropa akan berkurang.

Tak cuma itu, Inggris juga bisa kehilangan potensi pertumbuhan ekonomi dari kerja sama investasi ataupun perdaganga dengan negara satu kawasan lainnya yang sudah lama dibina.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menilai tekanan eksternal terhadap rupiah hanya bersifat sementara. Taksirannya nilai tukar rupiah berada di kisaran 13.350 hingga 13.550 per dolar AS. Bahkan, bank sentral akan segera mengintervensi nilai tukar kalau melemah melewati nilai fundamentalnya.

Sedangkan Ekonom Bank Central Asia David Sumual lebih mengkhawatirkan putaran kedua efek Brexit yang akan berpotensi membuka borok-borok bank dan lembaga keuangan internasional yang bermasalah. Dia mencontohkan pengelola investasi global Everest Capital, yang bangkrut karena bank sentral Swiss memutuskan untuk melepas nilai tukar Franc. "Kalau rush sih tidak (terjadi), hanya efek berantainya saja," katanya.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution