DPR Minta BUMN Terkait Panama Papers Melapor ke Ditjen Pajak

Donang Wahyu|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
19/4/2016, 19.58 WIB

Terungkapnya dokumen Panama Papers cukup membuat heboh berbagai negara, termasuk Indonesia. Bukan hanya swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikabarkan juga tersangkut dalam dalam Panama Papers. Hal ini pun menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Ketua Komisi VI DPR Hafisz Tohir mengatakan keberadaan BUMN yang memiliki perusahaan cangkang (shell company) di negara tax haven tersebut perlu mendapat penindakan. “Bukan dibubarkan, tetapi dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak dan Perbendaharaan negara terkait aset-aset BUMN (negara), yang tidak terlapor kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” ujarnya kepada Katadata, Jakarta, Selasa (19/4). (Baca: Panama Papers dan Ketidakadilan Sistem Pajak)

Dia juga meminta setiap BUMN diberikan batas waktu untuk melaporkan perusahaan cangkangnya di luar negeri, sebelum dokumen Panama Papers terkuak seluruhnya ke publik. BUMN yang belum melapor, perlu dikenakan sanksi. Dia menganggap perusahaan yang menaruh uangnya di negara suaka pajak atau masuk dalam dokumen Panama Papers sudah pasti untuk menggelapkan pajak. Karena aset tersebut tidak dilaporkan kepada BPK.

Jika terbukti ada penggelapan pajak, maka BUMN tersebut harus dibubarkan dan oknum yang terkait harus ditindak. Hal tersebut harus dilakukan karena tidak sesuai dengan visi BUMN saat ini yang mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). (Baca: Daftar Panama Papers Akan Dicocokkan dengan SPT Pajak)

Sebenarnya sampai saat ini Komisi VI belum mendapatkan laporan terkait BUMN mana saja yang memiliki SPV di negara suaka pajak. Dia baru akan meminta penjelasan dari Menteri BUMN Rini Soemarno terkait hal ini. Masalahnya Komisi VI belum bisa memanggil Rini saat ini. Apalagi adanya surat dari Ketua DPR yang melarang Rini untuk rapat di DPR akibat kasus Pelindo II.

Hafisz mengaku pihaknya sudah menyampaikan masalah ini kepada Ketua DPR agar segera dicarikan solusi. Karena jika berlarut-larut, hal ini akan menghambat kinerja DPR dan pemerintah dalam mengambil keputusan. Di sisi lain, Hafizh enggan memanggil pejabat eselon I Kementerian BUMN. Alasannya, para deputi tidak memiliki kuasa dari Presiden. Sehingga tidak bisa ikut dalam pengambilan keputusan.

Menanggapi hal ini, Menteri BUMN Rini Soemarno mengaku belum mengetahui nama-nama BUMN yang memiliki perusahaan cangkang di negara suaka pajak. Saat ini pihaknya masih mempelajari dan mengkaji lebih jauh mengenai BUMN yang terindikasi memiliki perusahaan cangkang di luar negeri. (Baca: Penjaga Etik BPK di Pusaran Panama Papers)

Dia menceritakan sekitar era 1990-an, ketika masih bekerja di PT Astra Internasioal Tbk., banyak perusahaan Indonesia yang membuat perusahaan cangkang di luar negeri. Ini dilakukan agar perusahaan bisa lebih mudah mendapat pendanaan dari lembaga internasional. “Sehingga perusahaan Indonesia harus menaruhkan dana dulu disana (negara tax haven),” ujar Rini.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan ada BUMN yang memiliki perusahaan di negara tax haven. “BUMN juga punya SPV di tax havens country,” ujarnya. Namun, dia ingin hal ini tidak perlu digembar-gemborkan. Yang terpenting adalah pihaknya akan mengklarifikasi kepatuhan BUMN tersebut dalam membayar pajak. (Baca: Dikabarkan Masuk Panama Papers, Menteri Rini: Bawa Buktinya!)