KATADATA - Tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 103,3 triliun untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pemerintah pun menunjuk 19 bank, termasuk swasta dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Ada pula empat perusahaan pembiayaan. Tetapi, pemerintah menegaskan agar anggaran diberikan secara merata.
Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengatakan, berdasarkan pengalaman sebelumnya, sektor perdagangan atau ritel mendapat KUR yang lebih besar dari kredit yang disalurkan bagi usaha mikro. Sebagai perbandingan, plafon untuk ritel mencapai Rp 500 juta, sementara usaha mikro hanya Rp 20 juta. Untuk mengatasai ketimpangan tersebut, Kementerian Koordinator Perekonomian sedang mengkaji skema penyaluran KUR per sektoral, tak lagi mengutamakan perdangan atau ritel. (Baca: Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Belum Maksimal).
Alasannya, kata Bambang, risiko per sektor yang berbeda menuntut penyaluran kredit berbeda pula. “Di Kementerian Koordinator Perekonomian akan dalami skema yang lebih bagus. Kredit itu hadir tanpa punya nama atau skema sendiri (per sektoral). Semua di bawah KUR. Kami ingin dorong diversifikasi, jangan lagi didominasi perdagangan,” kata Bambang usai Rapat Koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis, 11 Februari 2016.
Terkait hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperketat penyaluran kredit usaha rakyat. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Haddad memastikan penyalur KUR sudah memenuhi syarat. Misalnya, rasio kredit bermasalah atau non Performing loan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah maksimal lima persen. Juga, memiliki pengalaman yang baik dalam menyalurkan kredit ke UMKM. Untuk itu OJK akan memperketat pengawasan agar penyaluran KUR merata dan tidak merugikan nasabah. (Baca juga: Paksa Perbankan, Jokowi Ingin Bunga Kredit Cuma 4-6 Persen).
Saat ini, bank pelat merah yang terpilih sebagai penyalur yakni Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia. Masing-masing mendapat jatah Rp 67,5 triliun, Rp 13 triliun, dan Rp 11,5 triliun. Sedangkan dari swasta di antaranya Bank Central Asia, Bank Artha Graha, Bank Tabungan Pensiunan Nasional, dan Bank Bukopin. BPD yang terpilih ada tujuh. Yakni Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Bali, DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat.
Sedangkan empat perusahaan pembiayaan yaitu BCA Finance, Adira Dinamika Finance, Mega Central Finance, dan Federal International Finance. Meski sudah terpilih, pemerintah masih membuka peluang bagi bank yang memenuhi syarat untuk mengajukan sebagai penyalur KUR. (Baca: Genjot Daya Beli, Pemerintah Gandeng Bank Swasta Salurkan KUR).
Dalam rapat koordinasi tadi juga diputuskan penambahan tujuh perusahaan penjamin KUR. Perusahaan-perusahan tersebut ialah Perusahaan Umum Jaminan Kredit Indonesia, PT. Asuransi Kredit Indonesia, PT. Jaminan Kredit Daerah (Jamkrinda) Riau, PT. Jamkrinda Sumatera Selatan, PT. Jamkrinda Bangka Belitung, PT. Jamkrinda Jawa Tengah, dan PT. Jamkrindo Syariah.
Selain Kementerian Keuangan dan OJK, rapat ini dihadiri pula Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Ada juga Direktur Utama bank milik negara, yakni BRI Asmawi Syam dan BNI Ahmad Baiquni. Sedangkan Bank Mandiri diwakili Tardi yang menjabat Direktur Mikro dan Bisnis Banking.
Keputusan lain yang disepakati yakni revisi Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 13 Tahun 2016. Di sana disebutkan bahwa penyaluran KUR juga dilakukan kepada debitur kredit sistem Resi Gudang secara bersamaan. Usulan ini merupakan hasil rapat dengan BI pada 20 Januari lalu. (Lihat pula: OJK Menilai 20 Bank Swasta Layak Salurkan KUR Rp 100 Triliun).
Revisi ini pun menyangkut agunan yang sering menjadi pertanyaan masyarakat luas terhadap KUR. Secara tegas, agunan tambahan KUR Mikro dan KUR Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) tidak diwajibkan dan tanpa perikatan. Serta agunan tambahan pada KUR Ritel sesuai penilaian penyalur kredit.