OJK Sebut Program Penyangga Likuiditas Tak akan Rugikan Bank

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. OJK meyakinkan, bank peserta yang menjadi destinasi penempatan dana pemerintah akan memperoleh margin dari penyaluran dana ke bank pelaksana, serta dijamin LPS.
Penulis: Agung Jatmiko
15/5/2020, 19.44 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakinkan, bahwa bank-bank yang akan menjadi bank peserta dalam program penyangga likuiditas tidak akan terbebani.

Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, pemerintah bersama dengan OJK telah menyusun skema, agar jangan sampai program penyangga likuiditas ini membebani bank peserta. Lewat skema yang disiapkan, bank peserta justru bisa mendapatkan keuntungan.

"Bank peserta atau bank yang menjadi destinasi penempatan dana dari pemerintah, tidak akan rugi. Justru, bank akan mendapatkan margin dari penyaluran dana ke bank pelaksana," kata Wimboh, melalui video conference, Jumat (15/5).

Margin yang dimaksud Wimboh adalah, bunga dari penyaluran dana pemerintah ke bank pelaksana yang membutuhkan likuiditas. Besaran bunga adalah sama dengan besaran yang diminta Bank Indonesia (BI) saat membeli surat utang pemerintah. Saat ini, besaran bunga masih dibicarakan antara pemerintah dan BI.

Ia mencontohkan, apabila bunga yang ditentukan adalah 4,5%, maka besaran bunga tersebut yang akan dibebankan ke bank pelaksana. Sehingga, bank peserta akan memperoleh pendapatan bunga dari kegiatan penguatan likuiditas.

(Baca: Pemerintah Guyur Perbankan Rp 35 Triliun untuk Program Restrukturisasi)

Selain itu, untuk meminimalkan risiko apabila bank pelaksana tidak mampu membayar pinjamannya ke bank peserta, telah disiapkan pengaman. Nantinya, dana pemerintah yang ditempatkan di bank peserta akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Jika atas sebab tertentu, ternyata bank pelaksana tidak bisa membayar maka dalam proses likuidasinya, bank peserta akan diprioritaskan oleh LPS.

Sekaligus, akan mendapatkan mendapatkan agunan kredit yang dijaminkan oleh bank pelaksana. Sebab, ketika bank pelaksana mengajukan dana ke bank peserta, akan menjaminkan kredit-kredit yang akan direstrukturisasi.

"Mekanisme LPS sebagai penjamin ini tengah dimatangkan dan akan keluar melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Surat Keputusan Bersama (SKB). Seharusnya kami menunggu PMK dan SKB, namun demi meredam spekulasi maka kami utarakan sekarang, bahwa bank peserta dijamin, jangan khawatir," ujarnya.

Seperti diketahui, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020, pemerintah berencana menempatkan dana di perbankan untuk memperlancar proses restrukturisasi, serta memperkuat likuiditas. Dana pemerintah ini akan ditempatkan di bank, yang disebut bank peserta.

(Baca: Bank BUMN Gencar Terbitkan Surat Utang Valas untuk Perkuat Likuiditas)

Nantinya, bank peserta bisa memberikan pinjaman ke bank lain atau yang disebut bank pelaksana yang membutuhkan, dengan jaminan kredit-kredit yang sedang direstrukturisasi.

Namun, tak semua bank yang sedang melaksanakan restrukturisasi debitur terdampak pandemi corona bisa serta-merta mengajukan pinjaman ke bank peserta.

Sebab, jika ada bank pelaksana masih memiliki cadangan Surat Berharga Negara (SBN), baik berbentuk Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dalam jumlah besar, maka akan diminta untuk merepo ke BI terlebih dahulu. Jika hasilnya dirasa belum cukup, maka baru bisa mendaftar meminta likuiditas ke bank peserta.

"Itulah sebabnya, ada aturan excess likuiditas 6%. Jika bank pelaksana memiliki excess likuiditas lebih tinggi dari itu, maka kelebihannya harus direpo dulu sebelum meminta bantuan ke bank pelaksana," kata Wimboh.

Aturan ini dijabarkan, bank pelaksana merupakan bank sehat dan memiliki SBN, Surat Deposito Bank Indonesia (SDBI), dan Sertfikat Bank Indonesia (SBO), yang belum direpokan tidak lebih dari 6% dari dana pihak ketiga.

Sementara, bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan lembaga keuangan non-bank, seperti perusahaan pembiayaan tetap bisa mengajukan bantuan likuiditas. Penyalurannya akan diarahkan melalui bank di daerah, yakni Bank Pembangunan Daerah (BPD).

(Baca: Likuiditas Tertekan, BRI Harapkan Penempatan Dana Pemerintah)