OJK Catat Total Restrukturisasi Kredit Terdampak Corona Rp 1.114 T

ANTARA FOTO/M. Agung Rajasa
Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. OJK memperkirakan 102 bank memiliki potensi melaksanakan restrukturisasi, dengan jumlah debitur 7,8 juta dan outstanding loan Rp 1.114,5 triliun.
Penulis: Agung Jatmiko
15/5/2020, 21.18 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, proses restrukturisasi terhadap debitur terdampak pandemi virus corona atau Covid-19 masih berjalan. Hingga 4 Mei lalu, total debitur yang direstrukturisasi mencapai 3,9 juta debitur.

Ketua Komisioner OJK Wimboh Santoso menyebut, dari 3,9 juta debitur perbankan yang direstrukturisasi 3,4 juta merupakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dari segi outstanding loan, tercatat sebesar Rp 336,9 triliun telah direstrukturisasi, dengan Rp 167,1 triliun di antaranya merupakan pelaku UMKM.

"Proses restrukturisasi masih berlangsung, dengan perkiraan sebanyak 102 bank memiliki potensi melaksanakan restrukturisasi. Potensi debitur diperkirakan mencapai 7,8 juta, dengan outstanding kredit mencapai Rp 1.114,5 triliun," kata Wimboh, melalui video conference, Jumat (15/5).

Ia menekankan, kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit memberikan insentif bagi debitur terdampak corona, dengan mendapat keringanan dalam membayar kewajibannya disesuaikan dengan kapasitasnya. Selain itu, melakukan proses restrukturisasi bagi perbankan juga merupakan langkah yang tepat.

Pasalnya, jika bank tidak melakukan restrukturisasi, maka status debitur tersebut berubah menjadi diragukan. Hal ini akan menutup peluang bank untuk melakukan restrukturisasi, karena debitur dengan status diragukan tidak bisa memperoleh keringanan yang ditetapkan pemerintah.

(Baca: OJK Sebut Program Penyangga Likuiditas Tak akan Rugikan Bank)

Alhasil, bank kemudian harus meningkatkan pencadangan, yang akhirnya justru menggerus modal. Padahal, jika kredit tersebut direstrukturisasi maka dapat langsung dikategorikan lancar. Dengan demikian, diharapkan tidak menggerus modal.

Bagi bank yang khawatir likuiditasnya terpengaruh karena melakukan restrukturisasi, pemerintah sudah menyusun program penyangga likuiditas. Melalui program ini, pemerintah akan menempatkan dana di bank, yang kemudian disebut bank peserta.

Bank yang membutuhkan tambahan likuiditas, bisa meminjam ke bank peserta tersebut. Bank yang meminjam ini akan disebut sebagai bank pelaksana, karena penggunaan dananya akan digunakan untuk melaksanakan restrukturisasi.

Terkait potensi kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang akan muncul akibat pandemi corona, Wimboh menyatakan pasti ada peningkatan. Meski demikian, peningkatannya tidak akan terlalu signifikan.

"Perkiraan kami, NPL akan naik dari posisi sekarang 2,5% menjadi 2,77% akhir tahun nanti. Namun, hal tersebut utamanya disebabkan oleh debitur dengan status diragukan dan macet, sementara proses restrukturisasi mampu menekan potensi tersebut," ujarnya.

(Baca: Bank BUMN Gencar Terbitkan Surat Utang Valas untuk Perkuat Likuiditas)