Kasus investasi bodong berbalut koperasi simpan pinjam (KSP) seakan tak pernah berakhir di Indonesia. Teranyar, investasi bodong KSP Indosurya Cipta yang menghimpun dana hingga Rp 10 triliun gagal bayar mengembalikan uang anggotanya.
Meski bentuknya koperasi, KSP Indosurya menjalankan operasinya seperti bank. KSP Indosurya menawarkan beragam produk dengan iming-iming imbal hasil tinggi di antaranya deposito dengan bunga 9-12% per tahun. Lebih tinggi dari bunga deposito perbankan sebesar 5%- 7% pada periode yang sama.
KSP Indosurya memiliki setidaknya 11 produk yang terdiri dari delapan produk tabungan dan tiga produk bersifat deposito berjangka. Misalnya, salah satu produk bernama Simpanan Berjangka memiliki batas minimal dana yang disetor Rp 50 juta.
Koperasi Indosurya berhasil menggaet masyarakat kelas atas yang menaruh ratusan juta hingga miliaran. Untuk operasionalnya, koperasi memiliki 190 kantor cabang dengan kantor pusat berada di Ibu Kota.
"Koperasi pada umumnya, segmennya adalah kelas menengah kebawah tetapi untuk Indosurya ini segmennya nasabah perbankan kelas atas yang rata rata cukup besar nilai simpanannya," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Desmon J. Mahesa, yang membuat ulasan mengenai kasus ini.
(Baca: Tangani KSP Indosurya, Kemenkop Gandeng OJK & Satgas Waspada Investasi)
Terkuaknya investasi bodong muncul sejak awal 2020. Beberapa nasabah kesulitan menarik produk deposito yang sudah jatuh tempo. KSP Indosurya menolak mengembalikan dana tersebut dengan alasan-alasan tidak logis.
Salah satu nasabah, Tirta Adi membuka rekening Tabungan Surya Maxima pada 17 Januari 2017 karena tergiur tawaran koperasi. Berdasarkan data dokumen pengadilan, pada 19 Februari 2020 Tirta bermaksud menarik tabungan senilai Rp 9,47 miliar, namun tak dipenuhi oleh KSP Indosurya. Kemudian, Tirta pun mengajukan gugatan pailit ke pengadilan.
Mantan karyawan KSP Indosurya Malkin Singh mengungkapkan manajemen salah mengelola dana. Dari total dana yang terhimpun Rp 10 triliun, manajemen KSP Indosurya hanya menyalurkan pinjaman Rp 500 miliar.
"Berarti ada selisih Rp 9,5 triliun dan kami karyawan tidak dapat informasi pasti kemana uang tersebut," ujar Malkin, kepada Katadata.co.id, Rabu (15/4).
Kesulitan menarik dana, membuat nasabah panik. Apalagi, secara tiba-tiba pada Februari 2020 manajemen KSP Indosurya mem-PHK karyawan. Kemudian, pada 1 April 2020 beredar memo KSP Indosurya tak lagi beroperasi.
KSP Indosurya selama ini beroperasi dengan mengantongi izin dari Kementerian Koperasi & UKM dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelum Indosurya menutup operasinya, Kementerian Koperasi dan UKM sempat memeriksa koperasi.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Agus Santoso menyatakan pemeriksaan berjalan pada 26-30 November 2018. Hasilnya, KSP Indosurya dianggap melanggar aturan administratif sehingga mendapat sanksi peringatan pertama.
“Berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan sanksi administratif, hingga saat ini KSP Indosurya belum menyelesaikan temuan pelanggaran yang dimaksud sesuai dengan laporan hasil monitoring", kata Agus, dalam siaran pers, Selasa (14/4).
(Baca: MeMiles, Investasi Bodong yang Libatkan Tiga Anggota Keluarga Cendana)
Pada 19 Februari 2020, kementerian kembali meminta KSP Indosurya menyampaikan dokumen keuangan terutama laporan keuangan per 31 Desember 2019. Selain itu, KSP Indosurya juga diminta melaporkan kondisi keuangan saat ini dan rencana penyelesaian/schedule pembayaran kepada anggota.
Pada Februari 2020, Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop dan UKM juga menyampaikan surat imbauan kepada KSP Indosurya, agar segera melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan melaporkan kondisi keuangan.
Lantaran KSP Indosurya tak memberi tanggapan atas kasus gagal bayar, kementerian berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk tim gabungan pemeriksaan. Kepolisian pun dilibatkan untuk mengusut tuntas praktik KSP Indosurya, maupun korporasinya.
Kepolisian Tetapkan Tersangka KSP Indosurya
Kasus gagal bayar KSP Indosurya berlanjut ke ranah hukum. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, menetapkan dua tersangka dalam kasus KSP Indosurya pada pekan ini. Bahkan, Mabes Polri menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana koperasi Indosurya.
Menurut informasi yang beredar, kedua tersangka tersebut berinisial HS dan SA. Inisial HS ini besar kemungkinan adalah Henry Surya, mantan Ketua Pengurus KSP Indosurya.
“Penyidik tidak sembarangan menetapkan tersangka pasti, sudah diperiksa dulu dan sudah dikumpulkan alat bukti,” kata Direktur Tipideksus Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Daniel Tahi Monang Silitonga kepada Katadata.co.id, Senin (4/5).
(Baca: Masuk Ranah Hukum, Bareskrim Tetapkan Dua Tersangka KSP Indosurya)
Kedua tersangka tersebut dijerat Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal ini mengatur tentang larangan menghimpun dana dari masyarakat berbentuk simpanan, tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) dengan ancaman hukum 15 tahun penjara.
(Baca: Modus Investasi Bodong Memiles, Iming-Iming Mobil dan Libatkan Artis)
Nasabah KSP Indosurya Gugat PKPU
Tak hanya menghadapi jeratan hukum di kepolisian, manajemen KSP Indosurya juga menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Sejauh ini, tercatat ada tiga permohonan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang telah dikabulkan hakim.
Pertama, gugatan PKPU dari Tirta Adi Kusuma selaku pemohon dengan nomor 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst pada 6 April 2020. Setelah melalui tujuh kali persidangan, pada 28 April 2020 Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU.
Kedua, gugatan PKPU dari Hendi Yanto selaku pemohon dengan nomor 88/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst pada 21 April 2020. Selaku termohon, PKPU juga diajukan pemohon kepada pengurus KSP Indosurya, yakni Sonia, Mila Pertiwi Soeminto, Charly Crenna Darussalam, Suwito Ayub, dan Leonardus Agus Susanto.
(Baca: Terbukti Cuci Uang Rp 905 Miliar, Bos First Travel Divonis 20 Tahun)
Terakhir, gugatan PKPU dari Freddy Kamsari dan Lydia Nurhayati Limpura selaku pemohon dengan nomor perkara 94/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst pada 23 April 2020.
Sama seperti keputusan pada gugatan PKPU pertama, Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan, Hendi Yanto, Freddy Kamsari dan Lydia Nurhayati.
Hakim kemudian menetapkan PKPU Sementara terhadap termohon, yakni KSP Indosurya Cipta selama 45 hari sejak putusan PKPU Sementara. Selain itu, pengadilan juga menunjuk Hakim Pengawas dari Hakim-Hakim Niaga di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengawasi proses PKPU.
KSP Indosurya memiliki waktu paling lama 45 hari sejak putusan PKPU untuk menyelesaikan kewajiban kepada kreditur atau nasabahnya. Bila nasabah menolak tawaran perdamaian koperasi, pengadilan dapat menetapkan pailit.
REVISI: Artikel ini diubah pada Senin, 8 Juni 2020 pukul 12.17 WIB. Perubahan dengan menghapus empat paragraf setelah paragraf 20 yang berisi pernyataan dari praktisi hukum Ricky Vinando. Penghapusan keterangan ini karena narasumber yang bersangkutan mencabut pernyataannya.