Nasabah KSP Indosurya Pertanyakan Sikap OJK yang Lepas Tangggung Jawab
Kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya terus bergulir di ranah hukum. Meski demikian, kuasa hukum nasabah mempertanyakan peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terkesan lepas tanggung jawab pada kasus ini.
Kuasa hukum nasabah kasus gagal bayar KSP Indosurya, Hendra Onggowijaya, menyayangkan pernyataan OJK di beberapa media massa yang menyatakan bahwa masalah KSP Indosurya bukan tanggung jawab institusinya.
Hendra mengakui, bahwa undang-undang (UU) Koperasi tak mengatur pemidanaan, karena sifatnya yang hanya mengatur penyelenggaraan koperasi. Namun, jika mengacu UU Nomor 1 Tahun 2013 Pasal 9 dan Pasal 34 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM), disebutkan bahwa koperasi dalam menghimpun dana harus seizin OJK.
“Lalu, bagaimana OJK mengaku bukan wewenangnya untuk mengawasi. Jangan-jangan ada apa nih. Kok kayanya bela banget sama KSP Indosurya. Padahal kan ada ribuan korbannya dan berulang terus,” katanya ketika ditemui Katadata.co.id, di bilangan Jakarta Selatan, Rabu (10/6).
(Baca: Terungkap, KSP Indosurya sudah Terkena Sanksi dari Kemenkop Sejak 2018)
Pasalnya koperasi yang menghimpun dana tanpa seizin OJK bisa dipidanakan. Sehingga menurut Hendra, dalam kasus gagal bayar KSP Indosurya, OJK sebagai regulator melepas tanggung jawab dan pura-pura tidak mengetahui sebab tak membaca UU LKM.
Selain itu, kata Hendra, OJK juga merupakan salah satu unsur yang tergabung dalam Satgas Waspada Investasi. Oleh karena itu dia heran jika OJK tak mengetahui adanya perusahaan yang menghimpun dana masyarakat dan telah berjalan selama beberapa tahun.
“Sekarang ada UU Koperasi dan ada UU LKM-nya, lalu ada kejadian. Sedangkan regulator (OJK) termasuk dalam Satgas Waspada Investasi ada aturannya, ada kejadiannya, kalo OJK tak mengawasi namanya apa?” ujarnya.
Nasabah Ditawari Produk Investasi Baru Sebelum KSP Indosurya Gagal Bayar
Di sisi lain, Hendra menyatakan, kasus gagal bayar yang membelit KSP Indosurya bukanlah kasus yang sistemik. Sebab, kasus seperti ini tak terjadi di perusahaan lain.
(Baca: Nasabah KSP Indosurya Tuntut Pengembalian Dana hingga 5 Tahun)
Malahan, yang membingungkan menurut pengakuan 35 kliennya yaitu menjelang hari KSP Indosurya ditetapkan gagal bayar pada 22-23 Februari 2020, beberapa minggu sebelumnya para nasabah justru dikumpulkan dan ditawari kembali untuk berinvestasi dengan iming-iming pengembalian dana yang lebih besar.
“Kalo sudah tahu mau gagal bayar, mengapa menyuruh orang untuk masuk (berinvestasi) lagi. Ini agak aneh murut saya,” ujar Hendra.
Lebih lanjut, Hendra mengatakan, berdasarkan pengakuan para klien-nya rata-rata mereka yang bergabung dan menyimpan dananya di KSP Indosurya, alasannya terpengaruh bujuk rayu para marketing KSP Indosurya. Hendra pun mengakui, kompetensi marketing KSP Indosurya terbilang lihai. Sebab, mayoritas dari mereka mantan marketing bank.
Hasilnya, dengan database nasabah di bank sebelumnya, marketing KSP Indosurya dapat memetakan mana saja nasabahnya yang potensial untuk ditawari berinvestasi dengan iming-iming imbal hasil yang lebih besar dibandingkan bunga bank.
(Baca: Temukan Fakta Baru, Kerugian Nasabah KSP Indosurya Naik jadi Rp 14 T)
“Diajak lah untuk menempatkan dana di KSP Indosurya. Dengan ditawarkan bahwa ini aman dan dalam pengawasan OJK. Sehingga di sana lah terjadi bujuk rayu,” kata dia.
Biarpun begitu, menurut Hendra, para marketing ini dapat dikenakan hukuman pidana, sesuai Pasal 55 Ayat 1 tentang unsur penyertaan tindak pidana dengan melakukan penipuan dan menguntungkan orang lain.
Terlebih lagi, menurut pengakuan para kliennya, para marketing KSP Indosurya sangat gencar menawarkan produk investasi. Itu sebabnya, pihak Kepolisian harus menyelidiki marketing ini bertindak atas perintah siapa. Sebab, dalam hukum pidana yang menyuruh dianggap sebagai pelaku.
“Jadi marketing juga harus ungkap kepada Kepolisian apa yang terjadi, kalo memang dia tak terlibat. Masuk ke rekening mana, siapa yang memberi perintah dan siapa yang menandatangani. Kalo punya catatan uangnya kemana, infokan kepada Kepolisian,” katanya lagi.
(Baca: Kerugian Akibat Investasi Bodong selama 10 Tahun Capai Rp 92 Triliun)