Jiwasraya Diminta Selektif Jalankan Restrukturisasi Polis Nasabah

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
23/7/2020, 13.48 WIB

Asuransi Jiwasraya (Persero) berencana melakukan restrukturisasi polis nasabahnya, baik produk tradisional maupun JS Saving Plan. Namun, sebelum restrukturisasi dan pembayaran polis, perusahaan asuransi ini diminta melakukan kategorisasi para nasabahnya.

Ekonom Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan mengusulkan pengelompokan diperlukan untuk memetakan nasabah yang membutuhkan dana segera. Terutama untuk nasabah tradisional yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah.

"Saya yakin ada data yang sangat lengkap untuk pengkategorian. Nasabah yang memang dirasa membutuhkan dana segar sesegera mungkin untuk dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19 ini harus diprioritaskan," kata Fajar dalam siaran resmi, Kamis (23/7).

Restrukturisasi pemegang polis Jiwasraya rencananya dimulai pada Agustus 2020 dan diharapkan selesai pada 2021. Meski begitu, hingga kini baik Jiwasraya maupun Kementerian BUMN sebagai pemegang saham belum mengungkap skema restrukturisasi.

(Baca: Bos Jiwasraya Ungkap Skema Restrukturisasi: Polis Ditukar Produk Baru)

Namun, Fajar menilai niat baik dan keseriusan dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah gagal bayar polis Jiwasraya patut diapresiasi. Apapun skema dan bentuk restrukturisasinya, diharapkan mampu meyakinkan pemegang polis bahwa dana mereka aman dan bisa dicairkan.

"Pemerintah wajib bertanggung jawab atas dana yang dikelola oleh perusahaan asuransi pelat merah tersebut," katanya.

Pada kesempatan terpisah, Presiden Direktur Centre for Banking Crisis (CBG) Achmad Deni Daruri berkata bahwa rencana restrukturisasi ini merupakan solusi terbaik untuk pemegang polis dan perusahaan. Pasalnya, langkah ini bisa menjamin pengembalian uang pemegang polis asuransi.

"Restrukturisasi jadi jalan terbaik, dengan mengutamakan perlindungan konsumen atau pemegang polis, baik yang kecil maupun besar,” kata Achmad.

(Baca: Ekonom Nilai Restrukturisasi Jiwasraya Solusi Terbaik Bagi Nasabah)

Meski skema restrukturisasinya belum diputuskan, Achmad berharap pemerintah tetap berkomitmen melaksanakannya demi mengembalikan dana nasabah. Adapun total polis yang jatuh tempo dan menjadi utang klaim Jiwasraya per Mei 2020 telah mencapai Rp 18 triliun.

"Rencana restrukturisasi harus bisa tergambar dan terencana. Pemerintah harus berkomitmen atas rencana tersebut," katanya.

Kementerian BUMN, selaku pemegang saham, menyatakan komitmennya menyelesaikan masalah Jiwasraya, yang mulai gagal bayar sejak 2018. Fokus dari restrukturisasi tersebut yaitu pengurangan nilai pokok dan penurunan bunga dari sekitar 12-14% menjadi kisaran 6-7%.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan bahwa nantinya semua produk direstrukturisasi, baik polis tradisional maupun produk JS Saving Plan. Dia menjelaskan akan menurunkan bunga yang sebelumnya dijanjikan.

(Baca: Utang Klaim Jiwasraya Membengkak Jadi Rp 18 Triliun)

"Dilihat juga cost of fund-nya, tidak hanya bunga. Intinya nantinya akan ditukar dengan produk baru," kata Hexana kepada Katadata.co.id, Senin (20/7).

Seperti diketahui, usai restrukturisasi Jiwasraya, pemegang polis akan dipindahkan ke perusahaan baru di bawah holding BUMN Asuransi PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) bernama Nusantara Life.

Kementerian BUMN akan bernegosiasi dengan pemegang polis untuk restrukturisasi pada Agustus 2020. Kemudian, pemindahan polis ke Nusantara Life diperkirakan terealisasi pada akhir 2021.

Adapun masalah yang membelit perusahaan asuransi pelat merah ini telah membuat kinerjanya semakin menurun. Penurunan kinerja ini dipengaruhi berbagai faktor seperti kesalahan pembentukan harga produk, lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi, rekayasa harga saham, dan tekanan likuiditas dari produk savings plan.

(Baca: Audit Laporan Keuangan Jiwasraya Rampung, Modalnya Minus Rp 34,6 T)

Alhasil, ekuitas Jiwasraya turun hingga negatif Rp 23,92 triliun sepanjang Januari-September 2019. Perusahaan juga mengungkapkan adanya potensi penurunan nilai aset sebesar Rp 6,21 triliun. Dengan begitu, total ekuitasnya bisa mencapai minus Rp 30,13 triliun.

Tambahan dana sebesar Rp 32,89 triliun pun dibutuhkan untuk menutupi nilai ekuitas yang negatif dan memenuhi ketentuan permodalan asuransi (risk based capital/RBC) yang telah ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Penulis/Reporter: Ihya Ulum Aldin.

Reporter: Ihya Ulum Aldin