Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjalin kerja sama dengan Securities Commission (SC) Malaysia untuk mendorong industri keuangan digital (fincial technology/fintech) di kedua negara. Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengungkapkan beberapa hal yang menjadi fokus kerja sama ini.
"Para pelaku industri dapat terus meningkatkan inovasi teknologi, model bisnis, dan menjajaki peluang untuk mengembangkan bisnisnya di wilayah hukum lain," kata Nurhaida dalam OJK Virtual Innovation Day, Senin (24/8).
Pertama, kerja sama ini bertujuan untuk menjadi media pertukaran pengalaman industri fintech di Indonesia dan Malaysia. Sebab, kedua negara memiliki perbedaan kebijakan dalam menangani industri tersebut. Hal ini diharapkan dapat mengembangkan industri keuangan digital di kedua negara lebih jauh.
Ketiga, mendorong kolaborasi untuk melakukan penelitian dan berbagai proyek bersama di industri fintech. Menurut Nurhaida, pengembangan riset dan proyek tersebut menjadi hal yang penting di masa depan, terutama dalam meningkatkan kerja sama lintas batas di kawasan yang sama.
Terakhir, mempersiapkan perizinan dan pengawasan penyedia fintech secara lintas batas. Nurhaida mengatakan, melalui kerja sama tersebut OJK berharap dapat memiliki kerangka kerja dan kerja sama yang efektif untuk ekosistem keuangan digital Indonesia dan Malaysia.
"Hal ini termasuk dialog kebijakan yang bermanfaat antara para regulator dan meningkatkan kolaborasi dalam banyak aspek untuk pengembangan lebih lanjut produk dan layanan keuangan digital," ujar Nurhaida.
Tak hanya itu, dia pun berharap kedua instansi dapat meningkatkan kerjasama dengan menjadi anggota Global Financial Innovation Network untuk mengakselerasi inovasi digital di Indonesia.
Nurhaida menjelaskan, OJK setidaknya memiliki enam aspek dalam peta jalan alias Road Map dan Rencana Aksi Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK tahun 2020-2024. Di antaranya yakni akselerator, regulasi dan pengawasan, riset, kolaborasi, bakat, dan perlindungan pelanggan.
"Riset dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan ini akan menjadi tulang punggung dalam mengembangkan kerangka peraturan yang digerakkan oleh penelitian dan mendorong inovasi digital di Indonesia," ujarnya.
Sependapat dengan Nurhaida, Chairman SC Malaysia Datuk Syed Zaid Albar mengatakan bahwa kolaborasi dapat mendorong perkembangan industri fintech di kedua negara.
Nota kesepahaman (MoU) secara khusus akan memfasilitasi pembagian informasi, tren perkembangan fintech dan membuka peluang kolaborasi dalam proyek inovasi bersama. "Hal ini juga memfasilitasi beberapa bisnis fintech yang ingin beroperasi di yurisdiksi masing-masing," ujar Syed.
Syed menjelaskan, perkembangan fintech di Malaysia telah meraup momentum peluang meskipun tengah menghadapi perlambatan aktivitas ekonomi selama pandemi corona. Tercatat, jumlah total dana yang dihimpun melalui ekuitas pada semester I 2020 meningkat 70% secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Ia mengatakan, pengajuan dana tersebut mayoritas digunakan untuk layanan makanan dan minuman, e-commerce, dan layanan kesehatan (healthcare). Menurut Syed, hal ini tercermin dari pemilik usaha kecil yang memanfaatkan peluang kesehatan dan permintaan untuk mendorong kenyamanan guna mendorong pelanggan.
Syed mengatakan, fintech akan menjadi bagian integral dari pertumbuhan berkelanjutan dan kemakmuran di Asia dengan populasi 670 juta penduduk dan produk domestik bruto (PDB) yang diprediksi mencapai US$ 4,7 triliun pada 2025.
Menurut dia, Asia merupakan salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat di dunia, mengingat kelas menengahnya yang sedang berkembang dan tingkat penetrasi internet yang tinggi. "Kita di Asia memiliki potensi untuk menjadi pusat bisnis dan layanan inovasi," ujar Syed.