Lewat Restrukturisasi, BRI Bidik Rasio Kredit Seret Akhir Tahun 3%

Bank BRI KATADATA | Agung Samosir
BRI menargetkan NPL tahun ini bisa dijaga di level 3% di tengah pukulan pandemi Covid-19.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
27/8/2020, 15.39 WIB

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) bakal menjaga rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di level 3% hingga akhir tahun ini. Angka itu sedikit di bawah NPL semester I 2020 di level 3,13%, namun meningkat dibandingkan NPL akhir tahun lalu di level 2,8%.

Direktur Manajemen Risiko BRI Agus Sudiarto menjelaskan bahwa pihaknya memantau dengan ketat seluruh debiturnya di tengah kondisi sulit pandemi covid-19, baik terhadap debitur ekisting maupun debitur lamanya.

"Tentu kami monitoring dengan ketat portofolio existing di buku kami. Kami lakukan upaya-upaya preventif terhadap debitur yang terdampak Covid-19 seperti yang sudah dilakukan selama ini," kata Agus dalam sesi konferensi pers secara virtual, Kamis (27/8).

Salah satu upaya preventif yang dilakukan BRI adalah merestrukturisasi kredit. Hingga 10 Agustus 2020 total kredit yang direstrukturisasi mencapai Rp 182,8 triliun dari sekitar 2,9 juta debitur. Adapun jumlah terbesar yaitu debitur dari segmen mikro dan kecil.

Agus mengatakan bahwa periode Mei dan Juni menjadi puncak dari restrukturisasi kredit. Namun restrukturisasi akan terus berlanjut, dimana hingga akhir tahun nanti jumlah kredit yang direstrukturisasi diperkirakan mencapai Rp 200 triliun.

"Kami berharap Covid-19 tidak berkepanjangan sehingga debitur yang kami restrukturisasi itu di kisaran Rp 200 triliun," katanya.

Meski sudah merestrukturisasi kreditnya, Agus mengatakan bahwa debitur tersebut harus terus dipantau dan dikaji. Jika masih ada kesulitan karena bisnisnya terdampak pandemi Covid-19, BRI buka peluang untuk memperpanjang program restrukturisasi.

Sementara untuk debitur baru, Agus memastikan bahwa bank pelat merah ini sangat berhati-hati memilih debitur. Upaya kehatian-hatiannya dengan melihat sektor usaha dan wilayah debitur tersebut berada.

Sejauh ini, Agus memastikan bahwa debitur baru tersebut merupakan debitur baik yang bisa memberikan manfaat kepada BRI, terutama debitur yang berasal dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan mikro. "Karena pertumbuhan di sektor mikro, lebih tinggi dibanding sektor lain di BRI," kata Agus.

Berbicara soal NPL, Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan bahwa akan ada kenaikan pencadangan untuk mengantisipasi kenaikannya tahun ini. Kenaikan pencadangan ini pun sudah terlihat sepanjang semester I 2020.

Pada periode enam bulan pertama tahun ini rasio cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) terhadap NPL BRI mencapai 200,3%. Angka tersebut naik dibandingkan dengan rasio pencadangan pada semester I 2019 sebesar 194,6%.

Haru memang tidak secara spesifik menyatakan besaran rasio pencadangan hingga akhir tahun ini berada pada level berapa, namun dia mengisyaratkan bakal menjaga rasionya di sekitar 200%. Adapun rasio pencadangan pada akhir 2019 berada di level 166,6%.

"Kami lihat dulu berapa tingkat kegagalan atau keberhasilan dari program restrukturisasi kami ini," kata Haru.

Da memprediksi bahwa tingkat keberhasilan program restrukturisasi hingga akhir tahun nanti mencapai 85%. Sehingga, BRI akan membentuk lagi pencadangan terhadap debitur yang mengalami kegagalan dalam program restrukturisasi tersebut.

Salah satu dampak dari pemupukan pencadangan tersebut adalah turunnya tingkat profitabilitas perusahaan. Namun, Haru mengatakan bahwa saat ini BRI memprioritaskan pencadangan sebagai strategi jangka panjang agar tahun-tahun berikutnya tetap bisa tumbuh.

"Jadi kami tidak prioritaskan untuk strategi jangka pendek dengan mengorbankan yang jangka panjang," kata Haru menambahkan.

BRI memperkirakan bahwa laba bersih sepanjang tahun ini tidak sampai Rp 20 triliun di tengah lesunya ekonomi akibat pandemi virus corona atau Covid-19. Padahal, sepanjang semester I 2020, BRI berhasil mengantongi laba bersih Rp 10,2 triliun.

Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan bahwa pihaknya masih melihat adanya risiko ketidakpastian yang cukup tinggi ke depan. "Pendapatan tahun ini tidak seluruhnya dijadikan laba, melainkan kami akan membuat cadangan yang cukup untuk mengantisipasi risiko ketidakpastian," katanya.

Proyeksi penurunan laba bersih BRI tahun ini sejalan dengan dengan penyaluran kredit yang hanya ditargetkan tumbuh 4-5%. Sebelumnya pada awal tahun ini perseroan menargetkan kredit mampu tumbuh hingga dua digit.

Reporter: Ihya Ulum Aldin