PT Jouska Finansial Indonesia mengklaim telah mencapai kesepakatan damai dengan 45 kliennya yang mengajukan komplain. Tak semua kesepakatan berbentuk kompensasi uang tunai.
"Nilai dari kesepakatan damai antara Mahesa dan 45 klien Jouska hingga saat ini mencapai setidaknya Rp 13 miliar," kata , CEO PT Jouska Finansial Indonesia sekaligus Komisaris PT Mahesa Strategis Indonesia Aakar Abyasa Fidzuno dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Selasa (1/9).
Ia menjelaskan bahwa bentuk kesepakatan damai ini tidak sama antara satu klien dan lainnya. Ada yang berbentuk kompensasi uang tunai, ada juga yang dalam bentuk lain. Beberapa di antaranya berupa pembelian kembali atau buy back saham PT Sentral Mitra Informatika Tbk atau LUCK milik klien oleh Mahesa.
Kesepakatan lainnya yakni mengurangi keuntungan investasi saham yang hilang. Namun, menurut Aakar, ada juga klien yang sepakat tanpa kompensasi karena klien akhirnya memahami kasus ini sebagai kerugian investasi di pasar saham.
Sejauh ini, ada 63 klien Jouska yang mengajukan keluhan dari total 328 klien yang mengembangkan portofolio saham secara mandiri maupun melalui bantuan para broker saham di Mahesa. Persentase klien yang mengajukan komplain masih di bawah 5% dari jumlah klien aktif Jouska sejak awal 2020 yang sudah mencapai 1.700 klien.
"Saya mengambil tanggung jawab ini, dengan mengajukan solusi berupa kesepakatan damai. Harapan saya supaya masalah ini cepat selesai tanpa ada kegaduhan lebih lanjut di industri keuangan," kata Aakar.
Aakar pun mengklaim bahwa Jouska tidak melampaui kewenangan dengan mengelola dana, apalagi mentransaksikan portofolio saham klien. Menurut pengakuannya, selama ini Jouska tidak punya akses ke rekening saham nasabah.
Jouska juga tidak pernah menerima komisi atas transaksi saham klien yang dikelola oleh Mahesa. Menurut dia, advisor Jouska hanya sebatas menyarankan kliennya untuk mengembangkan portofolio sahamnya dengan bantuan broker yang tergabung dalam Mahesa.
Lantaran berbeda lingkup pekerjaan, kontrak klien dengan Jouska dan Mahesa berbeda. Dengan Jouska, kontrak klien hanya berisi tentang kegiatan penasihat keuangan. Sementara dengan Mahesa, klien Jouska sudah menandatangani surat kesepakatan bersama agar portofolio saham dapat ditransaksikan oleh broker.
"Atas persetujuan tertulis dari klien itu sendiri, dalam surat kesepakatan bersama antara klien dengan Mahesa, bukan dengan Jouska," kata Aakar.
Ini kemudian menjadi masalah lantaran klien ternyata menganggap Jouska dan Mahesa adalah sama. Persepsi ini muncul lantaran Jouska berkomunikasi secara rutin dengan klien, termasuk membantu klien dalam hampir segala bentuk komunikasi dengan pihak ketiga. Atas kesalahpahaman ini, Aakar mengaku lalai dan bertanggung jawab penuh.
Aakar menegaskan bahwa advisor Jouska tidak pernah menyarankan klien untuk membeli saham LUCK. Advisor Jouska sebelumnya tidak mengetahui bahwa dana klien yang dikelola oleh Mahesa akan dibelikan saham apa karena ini adalah ranah kesepakatan antara klien dan Mahesa.
"Advisor Jouska baru mengetahui adanya pembelian saham LUCK pada saat review portofolio yang berlangsung secara periodik," katanya.
Ketika harga saham LUCK turun, tim Jouska juga berharap masih ada kemungkinan untuk harga saham rebound berdasarkan insight dari broker di Mahesa. Dengan demikian, tim Jouska masih berusaha agar klien Jouska dapat menjual sahamnya di harga yang lebih baik.
Sebelumnya, Satuan Tugas Waspada Investasi meminta Jouska bertanggung jawab menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dengan klien secara terbuka sejak 3 Agustus 2020. Saat itu, Aakar meminta tenggat waktu hingga 1 September 2020 untuk menyusun strategi pelunasan klaim ganti rugi kepada para klien.
Satgas Waspada Investasi menghentikan operasional Jouska sejak Jumat (24/7). Alasannya, Jouska dinilai melakukan kegiatan usaha sebagai penasihat investasi, dan agen perantara perdagangan efek tanpa izin. Sanksi diberikan setelah Satgas menerima laporan puluhan klien yang menderita kerugian.