Sri Mulyani Mendesain Ulang Anggaran Negara agar Utang Tak Menumpuk
Kementerian Keuangan tengah mendesain ulang program pengelolaan anggaran agar kas negara dapat digunakan seefektif mungkin. Desain ini rencanaya akan diimplementasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021.
"Ini supaya jangan kita masih punya cash banyak tapi kita tetap issue utang," kata Sri Mulyani dalam rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (7/9).
Adapun salah satu desain tersebut yakni menggabungkan program pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko. Sebelumnya, ketiga program tersebut dikelola secara terpisah.
Dengan adanya penggabungan program tersebut, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan pembiayaan bisa akuntabel dan produktif dengan risiko yang terkendali. Program itu nantinya akan memakan anggaran Rp 233,74 miliar dan diharapkan dapat memberikan hasil pada pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran belanja pemerintah yang efektif, efisien, dan akuntabel.
Selain itu, pengelolaan kekayaan negara diharapkan lebih efisien dan efektif serta memberi manfaat finansial, dan pengelolaan pembiayaan yang optimal dan risiko keuangan negara yang terkendali. Adapun hasil akhr dari program ini berupa kecukupan kas negara, utilisasi kekayaan negara, dan fasilitas investasi.
Sri Mulyani menyebut pemerintah akan mendorong perbaikan pada pengelolaan anggaran sehingga penarikan utang dan kebutuhan belanja negara semakin dekat. "Itu adalah prasyarat bahwa pasar keuangan atau pasar SBN harus semakin dalam, jadi kita bisa lebih relay on market tanpa menumpuk duit banyak pada saat mengantisipasi belanja negara," ujarnya.
Di sisi lain, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyampaikan bahwa akan ada insentif kepada kementerian/lembaga yang dapat mendesain belanja lebih baik dan tepat sasaran. Program tersebut akan ada dalam pengeloalaan belanja negara.
Dengan adanya desain baru tersebut, hanya ada lima program dalam penyelenggaraan anggaran Kemenkeu dari sebelumnya 12 program. Program itu, yakni kebijakan fiskal, pengelolaan penerimaan negara, pengelolaan belanja negara, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara dan risiko, serta dukungan manajemen.
Kendati demikian, Anggota Komisi XI DPR Dolfie menilai pemangkasan program eselon I Kemenkeu akan menjadi bibit masalah. Alasannya, akan lebih banyak fleksibilitas bagi kementerian untuk mengubah anggaran.
Maka dari itu, ia meminta Kemenkeu untuk memberikan jaminan agar penyederhanaan program kementerian/lembaga dapat menjadikan belanja negara lebih efektif. "Jadi ada jaminan akurasinya di tengah jalan tidak ada perubahan program atau anggaran," kata Dolfie dalam kesempatan yang sama.
Di sisi lain, Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia mengkritik penyerapan belanja pemerintah yang selama ini cenderung tinggi hanya pada kuartal III dan IV. Hal itu memberikan kesan pemerintah hanya berusaha memperhatikan optimalisasi penyerapan. Sementara efektivitas anggaran tak diperhatikan. "Pahadal ini penting, spalagi di kondisi ekstraordinary saat ini," ujar Indah.
Kemenkeu mencatat realisasi belanja negara hingga Juli 2020 tercatat Rp 1.252,4 triliun, tumbuh 1,3%. Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 793,6 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 458,8 triliun. Belanja pemerintah pusat berhasil tumbuh 4,2%, terdiri dari belanja kementerian/lembaga Rp 419,6 triliun yang stagnan dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan belanja nonkementerian/lembaga Rp 374 triliun yang naik 9,5%.
Sedangkan transfer ke daerah dan dana desa juga terkontraksi 3,4%. Ini terdiri dari transfer ke daerah Rp 410,9 triliun, turun 5,1% dan dana desa Rp 47,9 triliun, naik 50,7%. Dengan demikian, keseimbangan primer tercatat negatif Rp 147,4 triliun. Kemudian, dengan adanya defisit anggaran Rp 330,2 triliun, realisasi pembiayaan anggaran telah mencapai Rp 503 triliun, naik Rp 115,3%. Sementara SILPA/SIKPA tercatat Rp 172,8 triliun.