Nilai tukar rupiah kehilangan 138 rupiah terhadap dolar AS sepanjang pekan ini seiring aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik. Sejumlah sentimen menerpa rupiah, mulai dari ketidakpastian penanggulangan Covid-19 hingga kepastian resesi ekonomi.
Meski melemah dibandingkan posisi akhir pekan lalu, kurs rupiah di pasar spot kemarin ditutup menguat 0,12% dibandingkan kemarin ke posisi Rp 14.872 per dolar AS. Rupiah menguat bersama mayoritas mata uang Asia lainnya. Berdasarkan data Bloomberg, rupee India 0,39%, peso Filipina 0,19%, dolar Taiwan 0,28%, sedangkan won Korea, yuan Tiongkok, ringgit Malaysia masing-masing menguat 0,01%.
Direktur Riset Center Of Reform on Economics Piter Abdullah Redjalam menilai penguatan dan pelemahan rupiah selalu disebabkan oleh tarik menarik pasokan dan permintaan di pasar valas. Pasokan dan permintaan valas umumnya sangat dipengaruhi oleh pergerakan keluar masuknya modal asing.
"Ketika modal asing keluar umumnya langsung menyebabkan turunnya indeks harga saham gabungan dan melemahnya nilai tukar rupiah," kata Piter kepada Katadata.co.id, Jumat (25/9).
Menurut Piter, keluarnya modal asing belakangan dipengaruhi oleh banyak sentimen negatif. Mulai dari isu global seperti ketegangan Amerika Serikat dan Tiongkok, hingga isu domestik yakni ketidakpastian penanggulangan Covid-19 dan kepastian resesi.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menyebut terdapat aliran modal asing dalam bentuk portofolio yang keluar dari pasar keuangan RI sebesar Rp 620 miliar dalam satu pekan ini. Dana asing kabur melalui pasar saham.
Secara perinci, aliran modal asing keluar dari pasar saham sebesar Rp 1,68 triliun. Namun, masih ada dana asing masuk RP 1,06 triliun di pasar surat berharga negara.
Dengan demikian, tercatat nett outflow Rp 167,44 triliun, sedikit menurun dari pekan lalu yang sebesar Rp 168,27 triliun. Selain itu, premi risiko investasi atau Credit Default Swap (CDS) RI lima tahun tercatat meningkat.
"CDS naik ke 116,04 bps per 24 September 2020 dari 91,55 bps per 18 September 2020," tulis Onny dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (25/9).
Di sisi lain, Bank sentral mencatat posisi investasi internasional Indonesia pada kurtal II 2020 mencatatkan kewajiban neto yang meningkat. PII Indonesia mencatat kewajiban neto US$ 280,8 miliar atau 25,7% dari PDB pada akhir kuartal II 2020, meningkat dibandingkan dengan kewajiban neto pada akhir kuartal I 2020 yang tercatat sebesar US$ 256,6 miliar atau 22,8% dari PDB.
Peningkatan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh peningkatan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN).
Peningkatan posisi KFLN Indonesia didukung oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio dan investasi langsung ke pasar keuangan domestik, seiring dengan meredanya ketidakpastian pasar keuangan global pada periode laporan. Posisi KFLN Indonesia pada akhir kuartal II 2020 meningkat 6,3% dibanding kuartal I 2020 dari US$ 620,7 miliar menjadi US$ 659,6 miliar.
Peningkatan kewajiban tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan posisi kepemilikan asing pada instrumen surat utang pemerintah dan sektor swasta, serta peningkatan transaksi modal ekuitas dari afiliasi. Faktor perubahan lainnya adalah revaluasi positif atas nilai aset finansial domestik berdenominasi rupiah yang mendorong kenaikan posisi KFLN, seiring dengan perbaikan indeks harga saham gabungan dan penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Sementara, posisi AFLN yang meningkat terutama didorong oleh transaksi aset dalam bentuk cadangan devisa. Posisi AFLN pada akhir kuartal II 2020 tumbuh 4% dibanding kuartal I 2020, dari US$ 364,1 miliar menjadi US$ 378,8 miliar. Selain karena faktor transaksi, posisi AFLN yang meningkat juga dipengaruhi oleh faktor revaluasi positif akibat peningkatan rerata indeks saham negara-negara penempatan aset yang disertai pelemahan dolar AS terhadap mayoritas mata uang utama dunia.