Belajar dari Jiwasraya, Nasabah Asuransi Perlu Literasi Investasi

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
21/10/2020, 07.37 WIB

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah restrukturisasi nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang dana investasinya belum dikembalikan. Namun, pemilik dana dinilai perlu mengetahui risiko gagal bayar ketika menempatkan dana investasinya dengan literasi agar meminimalisasi risiko.

Pengamat Pasar Modal dan Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai saat ini tidak semua investor memahami dunia investasi perasuransian. Kebanyakan para pemilik dana tidak begitu kritis atas risiko yang dihadapi. Terlebih, investor dinilai banyak yang tidak mau ambil pusing akan literasi investasinya.

"Mereka hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa melihat risiko. Ketika gagal bayar barulah pusing,” kata Teguh melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Selasa (20/10).

Hal tersebut yang terjadi di Jiwasraya, menurutnya investor seharusnya bisa mencegah sejak dini dananya belum dikembalikan dengan melihat risiko yang ada. Apalagi manajemen Jiwasraya saat itu menawarkan produk bernama JS Saving Plan dengan bunga yang relatif tinggi yaitu antara 7%-12%.

“Bunga itu memang tinggi dan menggiurkan. Tapi investor perlu hati-hati," kata Teguh menambahkan.

Salah satu nasabah Jiwasraya pemilik produk JS Saving Plan bernama Machril yang dananya belum dikembalikan mengaku sejak awal memang tidak pernah tertarik dengan umpan bunga yang tinggi. "Kami dirayu oleh officer bank untuk masuk ke produk JS Saving Plan," katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (20/10).

Seperti diketahui, produk JS Saving Plan merupakan produk investasi berjenis bancassurance. Jenis ini merupakan asuransi jiwa sekaligus investasi yang ditawarkan melalui perbankan yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi tersebut.

Machril mengatakan sebenarnya dirinya enggan membeli produk JS Saving Plan tersebut. Namun, saat itu salah satu officer di salah satu bank milik pemerintah meyakinkan Machril membeli produk JS Saving Plan. Karena Jiwasraya merupakan BUMN sehingga produknya  dijamin aman.

"Sesungguhnya kami semata-mata mau bantu pemerintah dalam membangun negara," kata Machril.

Upaya pemerintah dalam menangani nasabah Jiwasraya terus dilakukan. Sebelumnya, Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengatakan restrukturisasi nasabah Jiwasraya, baik tradisional, korporasi, maupun JS Saving Plan, terus berjalan.

Penyelamatan pemegang polis ini dilakukan dengan pemindahan atau pengalihan seluruh polis Jiwasraya menjadi polis di perusahaan asuransi jiwa baru yaitu Indonesia Financial Group Life. Perusahaan yang ditargetkan bisa berdiri Desember 2020 itu, berada di bawah holding finansial BUMN yang dipimpin PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI).

Hexana mengatakan polis nasabah akan direstrukturisasi saat dipindahkan ke IFG Life. Pemegang polis tradisional akan diselesaikan dalam bentuk penyesuaian manfaat atas polis yang diterima oleh pemegang polis. "Ada normalisasi, ada penyesuaian manfaat polis," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (4/10).

Sementara, untuk pemegang polis produk JS Saving Plan, Jiwasraya akan melakukan pemenuhan 100% nilai tunai polis dengan cara dicicil secara bertahap setiap akhir tahun tanpa bunga dalam jangka yang panjang. Hexana mengatakan, akan menyelesaikan nilai tunai pokok ditambah pengembangan uang diakui, kemudian dicicil sekian waktu.

"Namun, apabila ingin menghendaki jangka yang lebih pendek, tentu cicilan akan berubah dan ada penyesuaian atau haircut terhadap nilai tunai," katanya. Produk JS Saving Plan ini lah yang menjadi beban keuangan Jiwasraya karena per Mei 2020 saja, utang klaimnya mencapai Rp 16,5 triliun yang berasal dari 17.452 peserta.

Dalam program penyelamatan polis, pemerintah selaku pemegang saham akan memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BPUI senilai Rp 22 triliun. Pemberian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu sebesar Rp 12 triliun pada 2021 dan Rp 10 triliun pada 2022.