Uang kertas lecek, bluwek, apek akan jadi langka di pasar tradisional. Tak percaya?
Pergilah melancong ke Pasar Indah Kapuk, Jakarta Utara. Hampir seluruh pedagang sudah memiliki kode Quick Response (QR) yang digantung di pojok-pojok toko. Anda hanya perlu membawa telepon genggam untuk melakukan transaksi pembayaran.
Pasar PIK adalah salah satu pasar modern yang sempat disebut oleh anggota DPRD DKI Jakarta pada 2018 lalu untuk dicontoh PD Pasar Jaya dalam membangun dan mengelola pasar. Meski sudah berdiri sejak 2008, kondisi bangunan pasar masih rapi dan bersih. Tak ada bau tak sedap seperti yang biasa ditemukan di pasar-pasar basah lainnya.
Lapak para pedagang juga dipisah berdasarkan jenis barang yang dijual. Eskalator-eskalator yang tersedia juga masih menyala. Pasar ini juga menjadi salah satu pasar yang cukup awal menyediakan layanan pembayaran nontunai menggunakan kode QR.
"Sudah lama, mungkin sudah ada sejak dua atau tiga tahun lalu. Sekarang malah sudah tidak terlalu banyak yang menggunakan karena tidak ada cashback," ujar Arif, salah satu pedagang sayuran di Pasar PIK.
Digitalisasi pasar tradisional dalam sistem pembayaran telah dipacu Bank Indonesia, perbankan, dan perusahaan-perusahaan teknologi sejak sebelum pandemi.
"Kami ingin ada percepatan digitalisasi di sisi pembayaran, tetapi tentu tidak ingin meninggalkan kelompok masyarakat bawah, terutama UMKM dan pedagang pasar tradisional," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu.
Manfaat digitalisasi pembayaran bagi para pedagang kecil juga tak hanya berhenti pada kemudahan untuk pembeli dalam bertransaksi. Jika pedagang pasar sudah melakukan sistem pembayaran digital, data penjualan mereka dapat terekam oleh perbankan atau platform pembayaran.
"Kalau menggunakan uang tunai, selesai transaksi ya selesai. Beda jika menggunakan transaksi digital, data penjualan ada. Ada perbaikan dari sisi akuntansi," ujarnya.
Digitalisasi, menurut dia, dapat mendorong pengembangan bisnis bagi UMKM, termasuk pedagang pasar tradisional. Data penjualan para pedagang yang terekam melalui QRIS dapat menjadi basis penilaian kredit atau credit scoring bagi perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.
"BI dapat mengelola sedemikian rupa sehingga dapat menjadi credit scoring. Ini sangat mungkin, tapi yang terpenting QRIS ini digunakan dulu," katanya.
Salah satu dukungan kepada pedagang di pasar tradisional untuk tetap dapat bersaing dengan retail modern adalah dengan memberikan pinjaman modal. Selain dari pemerintah, peran dari perbankan juga sangat penting dalam memberikan akses pinjaman yang tidak menyulitkan para pedagang di pasar tradisional untuk mengembangkan usahanya.
Hasil survei BPS pada 2019 menunjukkan bahwa lebih dari 80% pedagang pasar belum mendapatkan pinjaman modal dan hanya 15,66% pedagang yang mendapatkan pembinaan.
Direktur Sarana dan Distribusi Kementerian Perdagangan Frida Adiati mengatakan, banyak pedagang yang saat ini yang masih meminjam dari lembaga keuangan nonformal dengan bunga tinggi. Pemerintah terus mendorong agar para pedagang agar dapat memperoleh akses dari perbankan maupun lembaga keuangan formal. "Kami terus berupaya mendekatkan para pedagang pasar dengan perbankan dan juga memberikan edukasi-edukasi agar mereka tidak terjerat lembata keuangan formal," katanya.
Menurut Head of Secured Lending Retail and SME Bank Commonwealth Weddy Irsan, penyaluran kredit bagi pedagang di pasar sering kali terbentur oleh data penjualan yang tak mereka miliki. Padahal, untuk menyalurkan kredit, bank perlu melihat prospek usaha dari para pedagang tersebut melalui data penjualan.
"Jika pedagang bergabung dengan platform online, ini akan memudahkan mereka meminjam karena data penjualan mereka sudah tersedia," ujar Weddy.
Di masa pandemi ini, menurut dia, para pelaku UMKM tetap dapat memperoleh pembiayaan dari perbankan. Namun, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yakni perijinan lengkap, informasi/laporan keuangan, dan prospek bisnis yang baik. "Bank akan dengan mudah mengucurkan pembiayaan jika mekanisme ini dipenuhi," katanya.
Tantangan Mengedukasi Pedagang Pasar
Digitalisasi sistem pembayaran di pasar tradisional menghadapi sejumlah tantangan. Survei yang dilakukan Katadata Insight Center pada Oktober 2020 terhadap 1.155 responden pengguna internet di 33 provinsi menunjukkan kebiasaan masyarakat bertransaksi secara nontunai masih rendah.
Mayoritas atau 90,4% responden menyatakan lebih sering menggunakan tunai dalam bertransaksi selama tiga bulan terakhir. Padahal lebih dari 70% responden telah terhubung dengan sistem pembayaran nontunai.
Meski demikian, Erwin memperkirakan uang tunai dan kartu tak akan banyak lagi digunakan dalam beberapa tahun ke depan. Semua orang akan menggunakan telepon genggam dan QR untuk pembayaran. Hal ini lah yang perlu diantisipasi oleh para pedagang kecil.
"Mereka harus menggunakan itu atau nantinya semakin tertinggal," katanya.
Digitalisasi, menurut dia adalah keharusan agar pasar tradisional yang saat ini memiliki pangsa yang besar terhadap perekonomian tak semakin tergerus. Hingga akhir tahun lalu, menurut Erwin, terdapat 5,6 juta pelaku UMKM yang sudah menggunakan QRIS. BI menargetkan 12 juta pelaku UMKM, termasuk para pedagang pasar tradisional menggunakan QRIS pada tahun ini.
"Jika proyek ini berhasil, ini adalah transformasi yang menyeluruh," katanya.
Ia mengakui edukasi para pedagang menjadi tantangan dalam mendigitalisasi pasar tradisional. Namun, saat ini, pihaknya telah menggandeng penyedia-penyedia uang elektronik untuk mengedukasi pada pedagang. BI juga memiliki 46 kantor cabang di seluruh Indonesia yang bergerak untuk mendorong inklusi dan literasi digitalisasi pembayaran.
"Memang sulit awalnya, tapi sekarang hampir sebagian besar orang menggunakan telepon pintar. Kami juga bergerak ke pasar tradisional dan telah bekerja sama dengan asosiasi pasar," ujarnya.
CEO PT Fintek Karya Nusantara atau Linkaja Haryati Lawidjaja mengatakan,ada dua tantangan utama untuk meningkatkan pengguna pembayaran digital di masa datang, yakni masih rendahnya literasi pembayaran nontunai di masyarakat dan kendala infrastruktur internet.
Namun demikian, menurut dia, peluang pembayaran digital tumbuh di Indonesia sangat besar. Ini lantaran lebih dari 60% penduduk Indonesia terdiri dari generasi milenial dan generasi-z yang lebih mudah beradaptasi dengan layanan ini. Selain itu, Kominfo pada tahun ini menargetkan untuk membangun 4.200 BTS agar seluruh desa di Indonesia dapat mengakses internet.
Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan, pihaknya akan turut mengedukasi, mempromosikan, dan mengajak masyarakat untuk mengadopsi pembayaran nirsentuh. "Ini sejalan dengan harapan pemerintah untuk terus menstimulasi pergerakan roda ekonomi di tengah pandemi Covid-19," kata Karaniya dalam siaran pers saat peluncuran digitalisasi pasar di Manado.
Tak hanya edukasi, SVP Transaction Banking Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan telah memberikan kemudahan bagi para pedagang pasar tradisional untuk mendaftarkan diri menjadi merchant QRIS tanpa perlu ke cabang maupun bertatap muka dengan agen.
"Kami juga telah memiliki layanan agen lakupandai yang membantu melayani kebutuhan pedagang di pasar tradisional seperti transfer dan pembayaran tagihan tanpa perlu ke bank," katanya.
Ketua Perhimpunan Pedagang Pasar Kota Tasikmalaya Achmad Jahid mengatakan hampir seluruh pedagang di pasar Cikurubuk sudah menyediakan layanan pembayaran nontunai menggunakan QRIS. Sebagian konsumen juga sudah menggunakan layanan tersebut saat bertransaksi.
Pasar Cikurubuk merupakan pilot project digitalisasi pasar yang diinisiasi BI, Kementerian Perdagangan, dan Tokopedia. Barang-barang yang dijual pasar turut tersedia di Platform Tokopedia yang dikelola oleh koperasi pasar.
Saat ini, menurut Jahid, terdapat 2.900 pengikut toko online Pasar Cikurubuk di Tokopedia. Namun, belum ada 10% dari jumlah tersebut yang melakukan transaksi belanja. "Ini yang harus ditingkatkan, mungkin perlu lebih banyak promosi dan sosialisasi di masyarakat," kata Jahid.