Bank Indonesia melonggarkan rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit properti alias kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis hunian. Jadi, konsumen tak perlu membayar uang muka karena kebutuhan dana dalam memperoleh kredit properti ditanggung oleh bank.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan KPR tanpa uang muka untuk kategori rumah tapak, rumah susun, serta ruko. Namun, ketentuan tersebut diberikan untuk bank yang memenuhi kriteria rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) di bawah 5%.
Selain itu, ketentuan pencairan bertahap properti inden dihapus. "Ini untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko," kata Perry dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Februari 2021 secara virtual, Kamis (18/2).
Ketentuan tersebut berlaku efektif 1 Maret sampai 31 Desember 2021. Perbankan yang memenuhi syarat NPL bisa menyalurkan kredit properti dengan uang muka 0% untuk rukan, rumah tapak, maupun rumah susun dengan tipe kurang dari 21, tipe 21-70 dan tipe 70 ke atas. Ketentuan tersebut diberikan untuk fasilitas kepemilikan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
Sedangkan, perbankan yang tidak memenuhi syarat NPL hanya akan menanggung uang muka kredit ruko, rumah tapak, dan rumah susun sebesar 95% untuk tipe 21-70 untuk kepemilikan pertama dan seterusnya.
Sementara untuk rumah tapak dan rumah susun tipe 70 ke atas, uang muka ditanggung perbankan sebanyak 95% untuk fasilitas tangan pertama, sedangkan bagi kepemilikan kedua dan selanjutnya menjadi 90%.
Untuk kredit rumah tapak dan rumah susun dengan tipe lebih kecil dari 21 tetap diberikan uang muka 0% atau pembiayaan bank 100% untuk kepemilikan pertama. Namun, kepemilikan kedua hingga seterusnya menjadi 95%.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance Sugiyono Madelan Ibrahim mengatakan kepatuhan dalam penggunaan kredit properti harus diperhatikan dalam relaksasi ini. "Tujuannya agar tidak disalahgunakan untuk penggunaan keperluan lainnya," kata Sugiyono kepada Katadata.co.id, Kamis (18/2).
Menurut ia, perkembangan kredit sektor real estate memang berpotensi naik. Dengan demikian, sektor tersebut tidak terganggu oleh keberadaan Covid-19.
Peran sektor real estate pun bersifat siklikal mendekati 3% dari produk domestik bruto. "Ada harapan real estate masih tumbuh namun kemampuan real estate menaikkan pertumbuhan ekonomi masih kecil," ujarnya.
Sebelumnya, survei BI mencatat pertumbuhan harga properti residensial akan melambat pada kuartal pertama 2021. Hal ini terindikasi dari perkirakan pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) kuartal I 2021 yang hanya 1,1% secara tahunan, lebih rendah dari 1,43% pada kuartal IV 2020 dan 1,68% pada kuartal I 2020.
"Perlambatan pertumbuhan diperkirakan terjadi untuk seluruh tipe rumah," kata Kepala Departemen Komunikasi Direktur Eksekutif BI Erwin Haryono dalam keterangan resminya, Selasa (16/2).
Dia menyebutkan bahwa pertumbunan harga rumah tipe kecil, menengah, dan besar pada kuartal pertama 2021 sebesar 1,56%, 1,2%, dan 0,75% secara tahunan. Pertumbuhan ini lebih rendah dari 1,87%, 1,61%, dan 0,81% pada triwulan sebelumnya.
Adapun perlambatan pertumbuhan harga tejadi di sebagian besar kota yang disurvei, terutama Kota Makassar dan Bandung. Harga properti residensial di kedua kota tersebut diramal tumbuh 1,27% dan 1,04%, lebih rendah dari 2,46% dan 1,92% pada triwulan IV 2020.