Di tengah perkembangan teknologi di industri keuangan, bank-bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. melancarkan strategi, baik ekspansi organik maupun anorganik, agar tetap memenangkan persaingan di bisnis digital.
Director Enterprise Risk Management, Big Data and Analytics BTN Setiyo Wibowo menyampaikan pihaknya berencana melakukan ekspansi anorganik , yakni melalui modal ventura perusahaan teknologi finansial (fintech) dan membentuk perusahaan patungan (joint venture) perusahaan asuransi jiwa. Kedua aksi korporasi ditargetkan rampung tahun ini.
Secara rinci dijelaskan, perusahaan akan berinvestasi untuk mengembangkan platform fintech di sektor perumahan. Hal ini dilakukan untuk mendukung BTN, terutama di sektor kredit pemilikan rumah.
"Jadi platform-platform fintech yang spesifik mendukung BTN di ekosistem perumahan dan dalam rangka pendirian perusahaan pengolahan aset. Itu di bawah modal ventura yang akan didirikan tahun ini. Sekarang masih due diligence," ujar Setiyo.
Selain itu, bank milik negara itu juga akan membentuk joint venture asuransi jiwa. Saat ini, BTN sedang melakukan penjajakan dengan beberapa mitra yang potensial untuk kemudian dipilih menjadi mitra kerja strategi.
"Joint venture asuransi jiwa juga sedang due diligence. Kami review dan akan dipilih satu yang sangat potensial untuk menjadi partner joint venture kami," katanya.
BCA Fokus Kembangkan Anak Usaha Digital
Berbeda dengan BTN, Bank Central Asia (BCA) mengaku belum memiliki rencana untuk masuk ke bisnis teknologi finansial (fintech) dan asuransi digital (insurtech) secara anorganik tahun ini. Bank milik Djarum tersebut lebih memilih berfokus mengembangkan anak usahanya.
"Tahun ini tidak ada rencana (akuisisi fintech atau insurtech). Tahun-tahun berikutnya belum bisa memastikan," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja kepada Katadata.co.id, Senin (26/4).
Jahja mengatakan, bank dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar itu fokus untuk mengembangkan anak usahanya pada 20 21. Apalagi, BCA baru saja mengakuisisi dua bank, yaitu Bank Royal yang dijadikan Bank Digital BCA dan Rabobank yang rencananya dimerger dengan BCA Syariah.
Jahja mengatakan, BCA memiliki beberapa anak usaha yang jika membutuhkan injeksi permodalan, BCA siap dengan permodalan yang dimiliki saat ini. Injeksi modal tergantung pada anak usahanya terkait pengembangan bisnisnya.
"Kami tidak menganggarkan satu per satu, kami lebih memberikan angka umum dimana kami lebih fleksibel menggunakan saat dibutuhkan untuk injeksi capital," kata Jahja.
Salah satu inovasi digital yang direncanakan oleh BCA, melalui pengembangan aplikasi super (Super App) untuk memenuhi berbagai kebutuhan nasabah. Rencananya, akan tersedia platform belanja online (e-commerce) di dalamnya.
Direktur BCA Santoso mengatakan, cikal-bakal pengembangan platform e-commerce bermula dari aplikasi BCA Mobile yang dilengkapi fitur gaya hidup (lifestyle). Fitur itu ternyata digemari banyak nasabah, mulai dari belanja harian, beli tiket kereta api, pesawat, game voucher, hingga pesan hotel.
"Di sana merupakan cikal bakal Super App. Ternyata kami melihat tren ini naik terus-menerus. Bervariasi sekali, tapi terbesar adalah membeli game voucher," kata Santoso dalam konferensi pers paparan kinerja BCA kuartal I 2021 di Jakarta, Kamis (22/4).
Jahja merasakan pentingnya bank melakukan edukasi kepada nasabahnya untuk bisa menempatkan jualannya di dalam platform e-commerce. "E-commerce ini bisa mendapatkan satu tempat di platform super App BCA, itu yang kami persiapkan," kata Jahja.
Jahja mengatakan, meski berencana menjamah platform e-commerce, namun BCA tetap fokus pada urusan pendanaan, kredit, dan pembayaran. Jadi, tidak ada pendapatan yang berasal dari lain-lain, seperti komisi atas penjualan barang di platform-nya.