Banyak masalah yang belakangan menimpa industri asuransi, antara lain Bumiputera, Jiwasraya, hingga Asabri. Mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengingatkan masalah yang terjadi di banyak perusahaan asuransi lokal tak dapat dianggap enteng.
"Dibanding pengawasan sektor keuangan yang lain misalnya perbankan, ruang perbaikan di sektor keuangan nonbank itu masih ada," kata Agus dalam IFG Progress Launching & Sesi 1: Reformasi BUMN, Rabu (28/4).
Masalah di industri asuransi , menurut dia, antara lain dipicu oleh persaingan industri jasa keuangan yang kurang sehat. Ada pula masalah pada pengelolaan perusahaan yang kurang profesional.
Padahal di awal pembentukannya, Agus menilai, seluruh proses yang dijalankan perusahaan dan manajemen berlangsung dengan baik dan benar.
"Masyarakat kaget dengan perusahaan yang dikatakan baik dan sehat nggak tahu-nya memiliki masalah," ujarnya.
Selain masalah pengawasan, Agus mengatakan penetrasi asuransi Indonesia terhadap PDB masih di bawah negara-negara ASEAN-5. Oleh karena itu semua pihak harus berperan mendorong industri jasa keuangan ini tumbuh kuat, seimbang, dan berkelanjutan. Apalagi, Indonesia memiliki mimpi untuk masuk lima besar negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar pada 2045.
"Tidak bisa kita mengarah ke sana kalau pasar keuangan Indonesia masih rendah dibanding ASEAN-5," kata dia.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai komisaris di perusahaan asuransi yang bekerja kurang optimal dan tata kelola perusahaan yang kurang baik menjadi salah satu faktor munculnya persoalan di industri asuransi nasional. Maka itu, regulator akan memperkuat mekanisme pengujian kandidat komisaris asuransi dengan mencari sumber informasi lebih dalam.
Direktur Pengawasan Asuransi OJK Supriyono sangat menyayangkan fungsi komisaris yang kurang optimal. Padahal, dalam tata kelola perusahaan yang baik, kehadiran komisaris bisa berfungsi untuk memastikan perusahaan telah dikelola dengan tepat oleh direksi, ssehingga bisnis bisa berjalan secara berkelanjutan.
Otoritas menilai fungsi pengawasan oleh komisaris perlu dipertajam. Tidak hanya komisaris, jajaran direksi dan komite juga seharusnya tidaak sekadar ada, tetapi harus mengetahui dan menjalankan tugas sesuai posisinya, serta bekerja sama di internal perusahaan. "Selama ini kami melihat, masih ada komisaris yang kurang memfungsikan dirinya lebih proper," kata Supriyono dalam webinar, Selasa (27/4).
Supriyono mengatakan, jajaran komisaris harus bisa menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang kritis kepada jajaran direksi perusahaan asuransi untuk memastikan operasional yang sehat. Apalagi fungsi komisaris independen yang merupakan perwakilan pemegang polis asuransi.
Menurut dia, pengawasan dari komisaris dibutuhkan, bukan hanya saat perusahaan tersebut sedang dalam masalah saja, tetapi juga saat kondisi perusahaan sedang baik. Proses pengawasan dilakukan agar perusahaan tetap berjalan baik, mengingat dana yang dikelola adalah milik masyarakat.
Regulasi OJK terkait pemilihan dan pengawasan dewan komisaris di perusahaan asuransi dinilai sudah cukup jelas. Hanya saja, karena adanya temuan ini, OJK bakal lebih memperkuat mekanisme pengujian kandidat komisaris dengan mencari sumber informasi yang lebih luas. "Kami akan lebih mencari sumber-sumber informasi dan juga background (latar belakang) yang lebih luas lagi, sehingga kemudian bisa menilai seseorang lebih proper (layak)," kata Supriyono.
Selain itu, OJK menilai perlu ada integrasi yang kuat dengan sesama manajemen di perusahaan asuransi. Hal tersebut untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik di tengah fenomena kasus gagal bayar asuransi di Tanah Air.